Hipertensi
Resisten adalah tekanan darah yang berada di atas target terapi walaupun telah
menggunakan tiga jenis obat anti hipertensi dari golongan yang berbeda yang
salah satunya adalah diuretik dan semua obat telah diberikan dalam dosis yang
optimal. Hipertensi resisten juga meliputi penderita dengan tekanan darah yang
terkontrol dengan penggunaan lebih dari 3 obat antihipertensi.
Prevalensi hipertensi resisten belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan
mengenai 5-30% dari keseluruhan penderita hipertensi. Penderita dengan hipertensi
resisten memiliki peningkatan risiko terjadinya stroke, aneurisma aorta, infark
miokard, gagal jantung kongestif dan kegagalan ginjal dibandingkan dengan
penderita hipertensi lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi resisten
Sejumlah
faktor dikaitkan terhadap terjadinya hipetensi resisten antara lain :
Faktor Genetik
Pada
hipetensi resisten terdapat varian gen 2β dan γ ENaC (epithelial sodium channel) secara signifikan lebih sering dijumpai dibandingkan
dengan penderita normotensi. Selain itu enzim CYP3A5 (11b-hydroxysteroid
dehydrogenase type 2) yang berperan pada metabolisme kortisol dan
kortikosteron dikaitkan dengan ras Amerika-Afrika dengan hipertensi yang sulit
mencapai target tekanan darah.
Faktor Gaya Hidup
Obesitas
Mekanisme hipertensi akibat obesitas cukup kompleks meliputi gangguan
ekskresi natrium, peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dan aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Konsumsi Alkohol
Dalam suatu analisis cross-sectional pada penderita dewasa
dengan ras Cina yang mengkonsumsi > 30 gelas akohol seminggu, risiko
terjadinya hipertensi meningkat dari 12 menjadi 14%.
Faktor terkait Retensi
Cairan
Retensi cairan dan status volume
yang berlebih akibat kelainan pada ginjal dan terapi diuretika yang tidak
adekuat dapat menyebabkan hipertensi resisten.
Penyebab terkait
Obat-obatan
Beberapa agen farmakologis seperti nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs),
aspirin dan asetaminofen dapat meningkatkan tekanan darah dan berkontribusi
terhadap resistensi terapi. Obat-obatan lainnya yang dapat memperburuk kontrol
tekanan darah meliputi agen simpatomimetik seperti dekongestan dan berbagai pil
diet, siklosporin, takrolimus, amphetamine-like
stimulants, modafinil, kontrasepsi hormonal dan steroid.
Penyebab Sekunder
Obstructive Sleep Apnea
(OSA)
OSA yang tidak diterapi berkaitan
erat dengan terjadinya hipertensi. hipoksemia yang intermiten dan/atau
peningkatan resistensi jalan napas bagian atas terkait OSA menginduksi
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis yang akan meningkatkan tekanan
darah melalui peningkatan curah jantung dan resistensi perifer serta
peningkatan retensi cairan.
Aldosteronisme Primer
Aldosteronisme primer cukup sering
pada penderita hipertensi resisten dengan prevalensi sekitar 20%.
Feokromositoma
Terjadi peningkatan dan derajat
variabilitas tekanan darah berhubungan dengan kadar sekresi norepinefrin oleh feokromositoma
Sindroma Cushing
Hipertensi terjadi pada 70 hingga
90% penderita dengan sindroma Cushing. Mekanisme utama terjadinya hipertensi
pada sindroma Cushing adalah stimulasi yang berlebihan dari reseptor
mineralokortikoid nonselektif oleh kortisol.
Kelainan Parenkim Ginjal
Resistensi terapi pada penderita
dengan gagal ginjal dikaitkan dengan peningkatan retensi cairan dan natrium
serta ekspansi volume intravaskular.
Stenosis Arteri Renalis
Lebih dari 90% stenosis arteri
renalis merupakan akibat dari aterosklerosis.
Diabetes Melitus
Efek patofisiologis terkait insulin
resisten yang dapat berkontribusi terhadap perburukan hipertensi meliputi
peningkatan saraf simpatis, proliferasi sel otot polos vaskular dan peningkatan
retensi natrium.
Terapi
Terapi
ditujukan pada identifikasi dan mengembalikan faktor pola hidup terkait
resistensi terapi, diagnosis yang akurat, dan terapi yang tepat terhadap
penyebab sekunder hipertensi serta penggunaan regimen multi-drug yang efektif .
Terapi non farmakologi :
Perbaikan
pola hidup meliputi penurunan berat badan, olahraga yang teratur, diet tinggi
serat, rendah lemak, rendah garam, dan pembatasan asupan alkohol harus
dilakukan. Obat-obatan yang berpotensi menyebabkan resistensi terapi harus
dihindari.
Terapi penyebab sekunder
Optimalisasi Ketaatan Penderita
Ketaatan
terapi menurun bila jumlah obat yang harus dikonsumsi semakin banyak, jadual
dan dosisnya rumit, serta harganya mahal. Regimen yang diresepkan harus
sesederhana mungkin mencakup penggunaan kombinasi obat dengan durasi kerja
panjang untuk menurunkan jumlah pil yang diresepkan dan memungkinkan jadual
yang sederhana.
Terapi Farmakologis
Terapi Diuretika
Pada
kebanyakan penderita penggunaan diuretika tiazide durasi kerja panjang dapat
sangat efektif. Pada penderita dengan gagal ginjal, furosemid dapat bermanfaat dalam kontrol
volume dan tekanan darah yang efektif. Masa kerja furosemid relatif pendek dan
sering membutuhkan setidaknya dua kali pemberian. Sebagai alternatif, torsemid
dapat digunakan.
Terapi Kombinasi
Dalam
kombinasi beberapa obat, lebih baik melanjutkan kombinasi agen dengan mekanisme
aksi yang berbeda. Pada kondisi ini, regimen tiga obat berupa ACE inhibitor atau ARB, calcium channel blocker dan diuretika tiazid cukup efektif dan
dapat ditoleransi secara umum. Bisa juga ditambahkan beta blocker seperti
bisoprolol jika heart rate > 85 kali/menit dan tidak ada kontra indikasi.
Antagonis Reseptor
Mineralokortikoid
Antagonis
reseptor mineralokortikoid seperti spironolacton memberi manfaat antihipertensi
yang cukup berarti ketika ditambahkan pada regimen multidrug yang telah digunakan. Juga obat amilorid bertindak
antagonis terhadap epithelial sodium
channel pada duktus koligentes distal sehingga berfungsi sebagai antagonis
aldosteron secara tidak langsung.