Berdasarkan tipenya DVT dapat
dibagi menjadi tipe sentral yaitu DVT pada
vena
iliaka atau femoral dan tipe
perifer bila DVT terjadi pada vena poplitea dan
daerah di distalnya.
Untuk mendiagnosis suatu DVT maka langkah pertama yang harus dievaluasi pada
pasien adalah penilaian klinis berupa tanda, gejala dan faktor risiko
terjadinya trombosis vena. Pasien dengan gejala yang simtomatis DVT menunjukkan
nyeri pada tungkai, pembengkakan, lembek di sepanjang distribusi DVT, kemerahan
atau sianosis.
Tanda dan gejala dari DVT dapat
muncul beberapa hari atau bisa juga berkembang dalam beberapa jam. Tanda dari
DVT meliputi edema, nyeri, hangat, kemerahan atau perubahan warna kulit pada
daerah yang terkena (phlegmasia alba dolens/milk leg, phlegmasia cerulea dolens/blue leg).
Kadang-kadang betis terasa tebal, berat, terasa sedikit tidak nyaman ataupun
bisa nyeri yang hebat saat berdiri maupun aktivitas. Pada kasus tertentu
kadang-kadang DVT tidak menimbulkan tanda dan gejala apapun. Hal ini bisa
disebabkan oleh karena tidak terjadi obstruksi total pada vena dan adanya
sirkulasi kolateral. Diantara pasien DVT yang mempunyai gejala pada ekstremitas
bawah, kurang dari sepertiga mempunyai tanda klasik yaitu betis yang tidak
nyaman, edema, distensi vena dan nyeri kaki pada saat didorsofleksikan (Homans’s sign). Seringkali diagnosis DVT
tidak intensif dan tidak akurat karena gejala dan tanda klinis seringkali
overlapping dengan penyakit lain.
Differential diagnosis dari DVT ini meliputi kelainan pada lutut
dan betis seperti penyakit muskuloskeletal, gangguan limphatik, dan kista
popliteal. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis DVT diperlukan diagnosis
tes yang sensitif dan spesifik.
Ada beberapa prosedur untuk mendiagnosis DVT, antara lain :
A. Skor
Wells
Skor Wells digunakan untuk menstratifikasi
pasien dengan kemungkinan menderita DVT, dapat dibagi menjadi kelompok resiko
rendah, sedang dan tinggi.
Tabel Skor Wells pretes probablitas untuk memprediksi kejadian DVT
Tabel Interpretasi Skor Wells
Interpretasi
skor Wells
|
Tes Hasil Interpretasi
|
Skor Wells
≥3 High pretest probability
1-2 Intermediate pretest probability
≤0 Low
pretest probability
|
Tabel Evaluasi Pretes Probability dari Skor Wells
Tes yang direkomendasikan pada pasien dengan intermediate
or high pretest probability ( Wells score ≥1 )
|
Tes
|
Ultrasound jika Positif = Terapi
dimulai
Ultrasound jika Negatif = pertimbangkan
D-dimer jika secara klinis kecurigaan
DVT sangat tinggi.
Jika D-dimer positif lakukan
ultrasound dalam 3-7
hari.
|
Tabel Evaluasi Pretes
Probability dari Skor Wells
Tes yang direkomendasikan pada pasien dengan low pretest
probability
|
Tes
|
D-dimer jika Positive (>400
ug/ml) = duplex
ultrasound dengan kompresi
|
B.
Ultrasonography
Vena
Ultrasonografi
vena adalah pilihan untuk pasien dengan hasil skor Wells pretest probabilitas
moderate atau tinggi. Bersama dengan pemeriksaan
D-dimer, ultrasonography vena merupakan tes yang paling berguna dan obyektif
dalam mendiagnosis
DVT. Penggunaan ultrasonography vena dan
tes D-dimer bersama dengan penilaian klinis dapat
menurunkan penggunaaan contrast
venography yang merupakan standar diagnosis DVT. Ultrasonography vena
dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya thrombus pada vena ekstremitas bawah,
menentukan karakteristik dan staging dari penyakit thrombus dan mengevaluasi
apakah suatu thrombus berpotensi menyebabkan
suatu emboli. Meskipun ultrasonography vena sangat reliable untuk mendiagnosa
DVT pada fase akut, tetapi ultrasonography vena sangat terbatas dalam
mendiagnosa DVT kronik.
Ultrasonography vena merupakan tes yang obyektif pada pasien dengan high atau
moderate pretest probability. Jika hasil ultrasonography vena pada kelompok
tersebut positif maka diagnosa DVT sudah dapat ditegakkan. Jika ultrasonography
vena dikerjakan pada kelompok low pretest probability hasilnya negatif maka
diagnosa DVT dapat disingkirkan.
Kriteria
ultrasound duplex pada DVT antara lain : vena tidak tertekan pada posisi
melintang dengan probe Doppler,
tampak adanya trombus, tidak ada aliran pada imaging color, vena tidak dilatasi saat dilakukan valsava maneuver (khusus untuk vena
femoralis), respiratory phasicity
kurang. Dalam keadaan normal vena tertekan/terkompresi oleh probe Doppler,
dengan posisi melintang. Vena yang tidak terkompresi menggambarkan adanya
trombus. Trombus yang baru terlihat sangat echolusent sehingga susah untuk
memvisualisasikannya. Lama-lama trombus menjadi echogenic (putih) dan keadaan
kronik mungkin tampak rekanalisasi (dinding menebal, pada lumen tampak aliran
tidak teratur). Tidak tampak ada aliran darah pada imaging color menunjukkan adanya oklusi. Pada vena sentral seperti
vena ilaka, lebih susah untuk mengevaluasi secara langsung dengan duplek dan
maneuver kompresi. Cara tidak langsung yang dapat digunakan adalah dengan
aliran phasic. Dilatasi vena
femoralis yang tidak normal dengan maneuver valsalva dapat timbul pada
trombosis vena iliaka dan variasi normal respirasi pada aliran menunjukkan
ketidakadaan phasic.
Ultrasonography
vena B
mode dengan atau color duplex imaging mempunyai
sensitifitas sebesar 95 % dan spesifitas 98 % dalam mendiagnosa DVT proksimal
yang simptomatis, sedangkan untuk mendiagnosis
DVT distal simptomatis sensitivitas dan spesifisitasnya hanya 60-70%. Ultrasonography
vena mempunyai kelebihan berupa
non
invasive, cepat, aman dan mudah dikerjakan. Tetapi ultrasonography vena
mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat memvisualisasi vena iliaka dengan baik dan sulit
dikerjakan pasien obesitas.
C.
Tes D-Dimer
Tes D-dimer
adalah tes untuk mengukur produk degradasi cross-linked fibrin. D-dimer
meningkat dalam plasma dengan adanya bekuan darah akut karena aktivasi simultan
koagulasi dan fibrinolisis. Selama proses
pembentukan trombus maka fibrinogen akan diubah menjadi fibrin monomer yang
terikat dengan jaringan polimer. Selama proses fibrinolisis maka polimer fibrin
tersebut akan terdegradasi yang akan menghasilkan produk akhir fibrinolisis
berupa fragmen fibrin D-Dimer. D-dimer
sangat spesifik untuk fibrin dan spesifisitas fibrin untuk DVT adalah rendah
karena D-dimer yang meningkat tidak hanya pada keadaan trombosis akut tetapi
juga pada kondisi, seperti kehamilan, kanker, peradangan, infeksi, nekrosis,
diseksi aorta sehingga hasil D-dimer positif tidak berguna Sebaliknya, hasil
negatif menggunakan berguna untuk menyingkirkan DVT akut.
Saat ini telah tersedia beberapa metode
penilaian D-Dimer, seperti enzyme-linked
immunofluorecense assays (Elisa) (sensitifitas 96%),microplate enzyme-linked immunosorbent assays (sensitifitas 94%), quantitative latex atau immunoturbidimetric assays(sensitifitas
93%), whole blood D-dimer assays
(sensitifitas 83%) dan latex
semiquantitative assays (sensitifitas 85%). Tes-tes ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing, seperti Elisa merupakan tes yang
sensitif tetapi membutuhkan banyak waktu, perlu pemeriksaan yang intensif dan
tidak praktis pada keadaan emergensi. Sedangkan tes whole blood D-dimer assays mudah dikerjakan dan praktis, tetapi
kekurangannya mempunyai sensitifitas yang rendah. D-dimer juga dapat digunakan untuk
menentukan durasi terapi antikoagulan, dari penelitian yang dilakukan Palareti
dkk menunjukkan bahwa pasien yang melanjutkan pemakaian antikoagulan dengan
nilai D-dimer yang abnormal setelah menggunakan antikoagulan selama 3 bulan
mempunyai resiko terjadinya venous troboemboli ulangan lebih kecil dibandingkan
dengan yang tidak melanjutkan pemakaiaan antikoagulan.
Ultrasonografi
dapat dikombinasikan dengan tes D-dimer dan mengurangi sekitar 60% dari jumlah
pasien yang harus menjalani serial ultrasonografi. Jika USG awal hasilnya
adalah normal dan hasil D-dimer adalah negatif, pengujian lebih lanjut dengan
serial ultrasonografi tidak perlu dan terapi antikoagulan belum perlu
diberikan. Oleh karena itu, tes D-dimer dapat mengurangi jumlah pemeriksaan USG
yang diperlukan padai pasien yang datang dengan dicurigai episode pertama DVT.
D.
Venografi /
Flebografi
Venografi dengan kontras merupakan
prosedur standar untuk mendiagnosis DVT. Teknik ini menginjeksikan suatu
kontras iodinated pada vena kaki bagian dorsal untuk masuk ke sistem vena
bagian dalam ekstermitas bawah. DVT didiagnosis bila terdapat filling
defect. Venografi merupakan prosedur yang mahal, tidak
selalu tersedia, tidak nyaman bagi pasien, dan dikontraindikasikan pada pasien
dengan renal insufficiency atau alergi terhadap kontras. Venografi juga mempunyai
kekurangan, sekitar 20 % venogram tidak dapat menampilkan visualisasi yang adekuat. Oleh karena
keterbatasan diatas maka venography bukan merupakan prosedur yang rutin
dikerjakan untuk mendiagnosis
DVT. Bagaimanapun venografi merupakan
prosedur standar untuk mendiagnosis
DVT, terutama bila prosedur lain gagal untuk mendiagnosis DVT.
E.
Computerised Tomography vena
Computerised
tomography vena atau CT venography merupakan salah satu modalitas untuk mendiagnosis DVT. CT venography
dapat dikerjakan dengan metode langsung yaitu
melakukan pungsi vena pada vena dorsal kaki kemudian
dilakukan injeksi kontras maupun tidak langsung dengan penyuntikan kontras pada arteri hingga timbul venous
return. CT venography dapat mendeteksi DVT
secara akurat dan kombinasi bersama CT pulmonary angiography telah direkomendasikan
untuk mengevaluasi emboli paru dan DVT dengan satu kali pemeriksaan.
CT venography mempunyai
sensitivitas 96 % dan spesivisitas 95 % untuk mendiagnosis DVT proksimal. CT
venography dapat memvisualisasi vena pelvis, trombus pada vena iliaka dan vena
cava inferior. CT venography mempunyai kekurangan yaitu penggunaan kontras
media yang menimbulkan efek radiasi pada pasien, sulit untuk menginterpretasikan
jika terdapat artefak atau pengisian vena yang menurun, lebih mahal, memerlukan
teknik seorang ahli dan tidak tersedia di setiap rumah sakit .
F.
Magnetic
Resonance Imaging
Satu lagi modalitas yang digunakan untuk
mendiagnosis
DVT adalah Magnetic Resonance Imaging
Vena (MRI Vena). MRI vena dapat digunakan untuk memvisualisasikan vena pelvis,
mendeteksi adanya ekstensi trombus pada vena iliaka dan pada vena cava
inferior. MRI vena mempunyai sensitivitas 96 % dan spesivisitas 93 % dalam
mendiagnosis
DVT simptomatis, sedangkan untuk DVT bagian distal MRI hanya mempunyai
sensitivitas sebesar 62 %.MRI vena dapat
dikerjakan dengan atau tanpa
kontras. Untuk mendapatkan gambaran struktur
vaskular yang lebih baik dapat digunakan kontras seperti gadolium. Kontras dapat diinjeksikan melalui vena kaki atau lengan.
No comments:
Post a Comment