Definisi
UKDI adalah uji kompetensi yang harus ditempuh oleh dokter yang baru lulus Fakultas Kedokteran atau Program Studi Pendidikan Dokter atau habis masa berlaku registrasinya sebagai salah satu syarat untuk mengurus registrasi di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Tujuan
Tujuan dari Uji Kompetensi Dokter Indonesia adalah untuk memberikan informasi berkenaan kompetensi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dari para lulusan dokter umum secara komprehensif kepada pemegang kewenangan dalam pemberian sertifikat kompetensi sebagai bagian dari persyaratan registrasi, untuk kemudian seorang dokter dapat mengurus pengajuan surat ijin praktek dokter atau “medical license”
Sejarah UKDI
Cikal bakal UKDI adalah adanya proyek Bench Marking yang diadakan oleh DIKTI untuk menilai keberhasilan institusi kedokteran dan peningkatan mutu Fakultas Kedokteran (FK). Pada awalnya proyek ini diujicobakan di empat fakultas kedokteran yaitu FK UI, FK UNPAD, FK UGM dan FK UNDIP dengan FK UNPAD sebagai kordinator. Kemudian diikuti oleh FK-FK lain yaitu FK USU, FK Atmajaya, FK Unhas, FK Unair yang kemudian menjadi tim dalam pembuatan Bench Marking tersebut. Aspek benchmarking merupakan upaya pengembangan kapasitas dalam ujian dan merupakan penelitian selama kurang lebih 3 tahun untuk melihat pengetahuan dokter. Tes benchmarking merupakan suatu pilihan yang dapat diikuti ataupun tidak oleh suatu institusi kedokteran, intinya bukan merupakan suatu keharusan. Dari hasil benchmarking tersebut, ditemukan adanya ketidakmerataan hasil yang diperoleh. Ada dokter-dokter yang dapat mengerjakan ujian dengan sangat baik, ada yang sedang-sedang saja, bahkan ada yang berada di bawah standard. Dengan hasil tersebut, kedepannya dianggap perlu ada ujian nasional untuk menjadi jaminan mutu dan akuntabilitas publik terhadap seorang dokter. Yang mana jika seorang dokter telah lulus melewati ujian kompetensi berskala nasional tersebut, dokter tersebut dianggap terjamin untuk melakukan praktek kedokteran di seluruh daerah di Indonesia. Soal-soal yang dimasukkan dalam ujian tersebut juga harus soal-soal yang berskala nasional. Sehingga lahirlah UKDI.
Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan masalah kesehatan, UKDI dianggap merupakan langkah yang sangat baik dalam mengembangkan pengetahuan seorang dokter. Seorang dokter dituntut untuk terus me-update ilmu pengetahuannya. Hal ini dianggap mampu menjamin kualitas seorang dokter dalam pengabdiannya kepada masyarakat
Menurut Prof. dr. Irawan, Ph.D sebagai ketua AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia, uji kompetensi dokter diselenggarakan untuk menilai kompetensi seorang dokter apakah layak atau tidak. Tujuannya untuk menstandarisasi kompetensi setiap dokter lulusan berbagai fakultas kedokteran di seluruh Indonesia sehingga dapat meningkatkan kualitas dokter-dokter serta penerapan long life learning.
UKDI ditinjau dari sisi hukum
Kebutuhan atas dokter saat ini baik dari segi kuantitas maupun kualitas makin meningkat. Paradigma pengelolaan pendidikan kedokteran pada saat ini semakin menuntut adanya standarisasi, akuntabilitas, inovasi/pengembangan, serta penjaminan kualitas proses dan lulusan pendidikan kedokteran di Indonesia.
Berkenaan dengan hal itu, ada upaya penataan praktik kedokteran di Indonesia. Saat ini telah diberlakukan beberapa peraturan mulai dari
- Undang – Undang no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran,
- Permenkes no 1419 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter & Dokter Gigi
- peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 1 tahun 2005 tentang registrasi dokter dan dokter gigi, yang mana dinyatakan bahwa izin praktik dapat diberikan kepada seorang dokter setelah mendapatkan sertifikat lulus uji kompetensi.
Dengan demikian saat ini dibutuhkan suatu perangkat uji kompetensi dokter sebagai upaya dari aktualisasi berbagai peraturan praktik kedokteran tersebut dalam rangka peningkatan dan standarisasi kualitas dokter Indonesia. Menindaklanjuti pemberlakuan peraturan – peraturan di atas, AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia) berupaya untuk berperan aktif dalam upaya pengembangan dan implementasi uji kompetensi tersebut dengan harapan bahwa hal tersebut dapat mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia. mereka juga mengajak PDKI (Persatuan Dokter Keluarga Indonesia) untuk merealisasikan hal tersebut, karena dokter keluarga sendiri masih dianggap sebagai dokter umum. 3 stake holder tersebut (Kolegium Dokter Indonesia, AIPKI, dan PDKI) menjadi komite bersama dalam perwujudan UKDI.
Adapun undang-undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 yang menyangkut Uji Kompentensi Dokter Indonesia, Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktek antara lain :
Pasal 29 ayat 1: menyangkut persyaratan melakukan praktek kedokteran di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR)
Pasal 29 ayat 3 : persyaratan memperoleh STR termasuk didalamnya memiliki sertifikat kompetensi yang didapat dari UKDI.
Pendidikan dokter saat ini
Pada konsep kurikulum berbasis kompetensi, penilaian kompetensi seseorang dilihat dari tiga aspek, yakni kognitif, psikomotorik, dan afekif. Sedangkan uji kompetensi dokter ini hanya menilai aspek kognitif saja, lalu bagaimana dengan aspek lainnya? Dr. Abdul Kadir, Sp. THT mengungkapkan aspek yang dinilai dalam UKDI hanya pengetahuan dokter, sedangkan masalah praktek dinilai saat ini masih sangat sulit untuk dilaksanakan.
Kualitas Pelayanan Kedokteran
Kualitas pelayanan kedokteran yang baik adalah pelayanan kedokteran yang memenuhi unsur kompetensi, hubungan yang baik antara dokter - pasien ,dan antar sejawat, serta ketaatan pada etika profesi.
Kompetensi adalah kemampuan minimal dalam bidang pengetahuan, ketrampilan, serta sikap dan perilaku professional untuk dapat Melakukan kegiatan di masyarakat secara mandiri. Dalam melaksanakan profesinya dokter harus selalu mempertahankan dan meningkatkan kompetensinya.
Standar Kompetensi Dokter
Kompetensi dokter layanan kedokteran primer termuat dalam dokumen Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tahun 2006 berjudul "STANDAR KOMPETENSI DOKTER" yang menjabarkan dalam 7 area kompetensi :
1. AREA KOMUNIKASI EFEKTIF; mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan nonverbal dengan pasien semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega, dan profesi lain.
2. AREA KETERAMPILAN KLINIS; melakukan prosedur klinis dalam menghadapi masalah kedokteran sesuai dengan kebutuhan pasien dan kewenangannya.
3. AREA LANDASAN ILMIAH ILMU KEDOKTERAN; mengidentifikasi, menjelaskan, dan merancang penyelesaian masalah kesehatan secara ilmiah menurut ilmu kedokteran-kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum.
4. AREA PENGELOLAAN MASALAH KESEHATAN : mengelola masalah kesehatan individu, keluarga, maupun masyarakat secara komprehensif, holistik, bersinambung, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
5. AREA PENGELOLAAN INFORMASI : mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesahihan dan kemamputerapan informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau mengambil keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di tingkat primer.
6. AREA MAWAS DIRI DAN PENGEMBANGAN DIRI : melakukan praktik kedokteran dengan penuh kesadaran atas kemampuan dan keterbatasannya; mengatasi masalah emosional, personal, kesehatan, dan kesejahteraan yang dapat mempengaruhi kemampuan profesinya; belajar sepanjang hayat; merencanakan, menerapkan, dan memantau perkembangan profesi secara sinambung.
7. AREA ETIKA, MORAL, MEDIKOLEGAL DAN PROFESIONALISME SERTA KESELAMATAN PASIEN : berprilaku profesional dalam praktik kedokteran serta mendukung kebijakan kesehatan; bermoral dan beretika serta memahami isu etik maupun aspek medikolegal dalam praktik kedokteran; menerapkan program keselamatan pasien.
No comments:
Post a Comment