21 December 2013

Mengenal Deep Vein Thrombosis (DVT)

Deep Vein Trombosis (DVT) adalah kondisi yang ditandai aktivasi kaskade pembekuan darah yang menyebabkan terbentuknya trombus pada vena profunda terutama terjadi pada extremitas. DVT merupakan bagian dari kelainan pembekuan darah yang disebut tromboemboli vena. DVT dapat terbentuk sebagian atau total menutupi lumen vena profunda. DVT dapat terjadi di semua vena besar, tetapi yang paling umum terjadi pada daerah iliofemoral. DVT dapat disebabkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah vena (stasis ) yang dikenal dengan trias virchow. Kerusakan dari dinding pembuluh darah akan menghambat  endotelium untuk menghambat pembekuan darah dan fibrinolisis lokal. Stasis vena oleh karena immobilisasi yang lama atau karena obstruksi vena dapat menghambat pemecahan faktor koagulan.

DVT merupakan kelainan vaskular paling umum ketiga setelah penyakit arteri koroner dan stroke. Insiden DVT kira-kira sebesar 0,1% dari jumlah penduduk setiap tahunnya Insiden rendah pada usia muda dan paling tinggi pada usia lanjut. Insidennya  meningkat 30 kali lipat dibanding dekade yang lalu. Insiden tahunan DVT di Eropa dan Amerika Serikat kurang lebih 50/100.000 populasi/tahun. Diperkirakan 600.000 kasus trombo emboli vena terjadi di amerika serikat dan dua pertiga merupakan trombosis DVT. DVT dengan komplikasinya emboli pulmonal merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang signifikan. Untuk meminimalkan risiko fatal  terjadinya komplikasi emboli paru, diagnosis dan penatalaksanaan yang  tepat   sangat diperlukan. Kematian dan kecacatan dapat terjadi sebagai akibat kesalahan diagnosa, kesalahan  terapi dan perdarahan karena penggunaan antikoagulannyang tidak tepat, oleh karena itu penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan.

FAKTOR RISIKO
DVT sebagai salah satu manifestasi dari Venous Thromboembolism (VTE) memiliki beberapa faktor risiko antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama), kelainan patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid syndrome, vena varikosa ekstremitas bawah, obesitas, riwayat tromboemboli vena, keganasan),  kehamilan,  tindakan bedah, obat-obatan (kontrasepsi hormonal, kortikosteroid).  Meskipun DVT  umumnya  timbul karena adanya faktor risiko tertentu, DVT juga dapat timbul tanpa etiologi yang jelas ( idiopathic  DVT).
RIsiko terjadinya DVT akan meningkat dengan bertambahnya usia, riwayat keluarga menderita DVT, perokok, dehidrasi, kanker, vena varikosa, operasi, penyakit jantung dan pernafasan, obesitas dan kehamilan. Studi tentang riwayat keluarga dan anak kembar menunjukkan faktor genetika berpengaruh sekitar 60% risiko DVT. Defisiensi anti thrombin, protein C dan protein S merupakan faktor risiko yang kuat pada DVT. Estrogen sebagai obat keluarga berencana telah terbukti dapat meningkatkan terjadinya resiko pembentukan pembekuan darah sebesar tiga sampai empat kali lipat. Menurut American Heart Association insiden terjadinya DVT pada pasien postpartum tiga kali lebih besar dibandingkan terjadinya emboli paru. Imobilitas yang berkepanjangan akan menyebabkan gangguan aliran darah dan akhirnya mempermudah terjadinya pembekuan darah. Sehingga risiko DVT akan meningkat pada individu-individu yang mengalami imobilisasi yang lama seperti pasien operasi besar, seseorang yang melakukan perjalanan jauh maupun seorang sopir. Dari penelitian yang dilakukan Golhaber dkk yang mengikutsertakan 5.451 pasien yang terdiagnosis DVT melalui ultrasound didapatkan co-morbiditas hipertensi (50%), riwayat pembedahan dalam 3 bulan (38%), immobilitas dalam 30 hari (34%), kanker (32%)  dan obesitas (27 %).

PATOGENESIS
Menurut Rudolph Virchow pada tahun 1859, patofisiologi vena trombosis akut / DVT akut meliputi kombinasi dari tiga faktor  (yang kemudian dikenal dengan Trias Vircow) yaitu adanya stasis aliran darah, jejas pada endotel pembuluh darah vena dan keadaan hiperkoagulabilitas.
Stasis aliran darah (penurunan aliran darah vena) akan menyebabkan terjadinya interaksi yang berlebihan yang akan menyebabkan ketidakseimbangan antara faktor koagulan dan faktor anti koagulan, Immobilisasi yang lama seperti pada pasien post operatif, paralisis dan orang yang menjalani perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat (economy class syndrome)  akan menyebabkan Aliran darah yang lambat terutama saat melewati katup vena akan menyebabkan adesi leukosit dan hipoksia lokal juga memicu jejas endotel dan faktor hiperkoagulabilitas. Hal ini akan menyebabkan peningkatkan terjadinya tombosis.
Setiap trauma baik minor maupun mayor yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan iritasi dan inflamasi yang akan meningkatkan faktor pembekuan darah. Pada keadaan normal platelet tidak akan terikat pada endothelium karena endothelium yang tidak terstimulasi tidak mempunyai receptor untuk mengikat platelet dan juga endothelium mempunyai kemampuan memproduksi Nitric oxide dan prostacyclin untuk mempertahankan platelet dalam keadaan tidak aktif dan mempengaruhi ikatannya. Ketika lapisan endothelium telah hilang maka platelet akan terpapar dengan subendothelium yang mempunyai receptor. Ikatan antara platelet dengan subendothelium ini dimediasi oleh glycoprotein (GP) Ib-IX-V yang terikat melalui faktor von Willebrand. Perlekatan platelet terhadap endotel vaskuler akan mengaktivasi platelet dan menyebabkan sintesis dan pelepasan (degranulasi) berbagai mediator agregasi platelet, termasuk thromboxane A2 (TxA2), adenosine diphospate (ADP) dan 5-hydroxytryptamine (5HT atau serotonin). Mediator ini meningkatkan ekspresi glycoprotein IIb/IIIa receptor yang berikatan dengan fibrinogen dan menyebabkan agregasi platelet. Dari penelitian yang dilakukan oleh Brill menunjukkan bahwa faktor Von Willebrand berperan penting terhadap terjadinya adesi platelet pada trombosis vena. Defisiensi faktor Von Willebrand akan mencegah terjadinya trombosis.
Keadaan hiperkoagulabilitas disebabkan berkurangnya fibrinolisis dan meningkatnya prokoagulan. Hiperkoagulabilitas biasa terjadi pada kondisi post operasi, trauma, keganasan, kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral dan desifiensi protein C dan S. Pemakaian kontrasepsi hormonal (estrogen) yang lama dapat menurunkan antitrombin III dan protein S, meningkatkan aktivasi faktor VII dan X. Juga menurunkan thrombomodulin dan menurunkan aktivasi protein C. Keganasan seperti adenocarcinoma pada kanker paru (sindrom Trousseau) dapat menyebabkan keadaan hiperkoagulabilitas melalui interaksi sel tumor dan produknya dengan sel inang. Interaksi tersebut menghilangkan mekanisme protektif yang mencegah terbentuknya trombus. Sel tumor merangsang faktor prokoagulan dengan mensekresi tromboplastin jaringan yang merupakan kofaktor dengan faktor VIIa yang mengaktifkan faktor X. Selain itu sel tumor juga melepaskan protease yang merangsang faktor pembekuan. Pada keganasan terjadi peningkatan faktor V, VIII, IX, X .

No comments:

Post a Comment