Pemberian
antikoagulan dapat melisiskan trombus secara cepat sehingga mencegah terjadinya
VTE/DVT berulang. Akan tetapi dari studi meta analisis setelah diikuti selama 6
bulan ditemukan sejumlah trombosis residual yang berhubungan dengan timbulnya
risiko VTE/DVT berulang. Antikoagulan tidak
menyebabkan trombolisis tetapi hanya menghentikan propagasi dari trombus dan
mencegah rekurensi. Oleh karena itu dipikirkan kemungkinan penggunaan
trombolitik sebagai terapi DVT. Terapi
tombolitik bisa dilakukan secara sistemik maupun lokal (catheter-directed thrombolysis/CDT).
Terapi
Trombolitik Sistemik
Trombolitik sistemik
telah dipergunakan untuk melisiskan trombus, tetapi hal ini beresiko terjadinya
perdarahan yang serius, seperti hematom peritoneal atau perdarahan intrakranial. Saat ini telah
dipergunakan Urokinase dan rekombinan
tissue plasminogen activator (r-TPA) sebagai obat pilihan trombolitik
sistemik, akan tetapi beberapa
pusat kesehatan
juga
menggunakan streptokinase dan alteplase. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa trombolitik sistemik memberikan hasil lisis
yang lebih baik dan menurunkan risiko
Post Thrombotic Syndrome
(PTS). Pada studi acak
terkontrol ditemukan lebih dari 50% bekuan darah lisis pada pasien DVT
proksimal dewasa dengan pemberian trombolitik sistemik streptokinase
dibandingkan heparin. Studi jangka panjang menunjukkan streptokinase secara signifikan menurunkan angka kejadian PST. begitu juga pemberian tissue plasminogen activator yang dapat melisikan bekuan darah > 50% dibandingkan heparin pada DVT proksimal dan menurunkan kejadian PST. Trombolitik sistemik direkomendasikan pada DVT
proksimal yang ekstensif dengan gejala kurang dari 14 hari, status fungsional
baik, angka harapan hidup lebih dari enam bulan, resiko perdarahan yang kecil
sedangkan Catheter directed
intrathrombus thrombolysis (CDT) tidak tersedia. Dari suatu data
observasional menunjukkan bahwa pasien dengan DVT yang dilakukan CDT mempunyai
risiko
perdarahan dan PTS lebih kecil dibandingkan thrombolisis sistemik. Tetapi jika
dibandingkan dengan terapi standar antikoagulan, CDT mempunyai risiko PTS yang lebih
kecil, sedangkan resiko perdarahan lebih besar. Trombolitik sistemik baru direkomendasikan apabila CDT sulit atau
tidak tersedia.
Catheter-Directed Thrombolysis (CDT)
CDT merupakan
suatu tindakan pemasukan agen trombolitik secara langsung ke trombus vena
melalui kateter multiple side hole
dengan menggunakan imaging sebagai guiding. Pada penelitian prospektif
multisenter, pemberian CDT urokinase pada 473 pasien DVT iliofemoral 88%
berhasil mengalami fibrinolisis. CDT lebih sering berhasil pada pasien baru
dengan onset ≤ 10 – 14 hari dari keluhan. Keluhan PTS juga lebih rendah
dibandingkan mendapat antikoagulan saja. CDT dengan streptokinase atau rtPA +
antikoagulan memberikan hasil fungsi vena yang normal jika dibandingkan
antikoagulan saja. CDT ternyata juga menimbulkan perdarahan mayor berkisar
antara 2-4% dan agen rtPA paling kecil perdarahan mayornya bila dibandingkan
urokinase. CDT digunakan pada pasien dengan phlegmasia cerulean dolens, pasien
dengan trombus yang progresif atau gejala memburuk walaupun dengan terapi
antikoagulan awal dan untuk mencegah PTS.
Beberapa literatur menunjukkan CDT
dengan antikoagulan pada pasien DVT iliofemoral merupakan prosedur terapi yang
dapat diterima oleh karena : 1. Terapi tunggal antikoagulan gagal untuk
mencegah terjadinya PTS pada pasien dengan DVT proksimal. 2. Pasien dengan DVT
iliofemoral mempunyai faktor resiko tinggi untuk terjadinya PTS dan kecacatan.
3. CDT sangat potensial untuk mencegah terjadinya PTS dan memberikan keuntungan
dibandingkan bedah thrombectomy, systemic thrombolysis dan antikoagulan
tunggal. 4. CDT secara cepat dapat mengurangi gejala dibandingkan antikoagulan
tunggal dan menurunkan resiko terjadinya emboli paru. Tidak seperti bedah
thrombectomy, CDT tidak memerlukan general anestesi, insisi bedah dan periode
recovery yang tidak lama. CDT lebih efektif dibandingkan trombolisis sistemik
oleh karena tidak membutuhkan dosis yang besar dan dapat dikombinasikan dengan
ballon angioplasty atau stent.
Pemasangan stent endovaskular pada saat dilakukan CDT dapat dilakukan pada
kasus tertentu seperti adanya kelainan anatomi yang mendasari timbulnya DVT (May-Thurner Syndrome). Aspiration
thrombectomy juga dapat dilakukan bersama CDT pada kasus tertentu. Dari beberapa
penelitian case control study juga terbukti, CDT dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya PTS dan dapat meningkatkan angka harapan hidup setelah follow up
selama 20 bulan dibandingkan penggunaan antikoagulan tunggal. Dari penelitian single center randomized juga
terbukti CDT dapat meningkatkan fungsi dari vena setelah terjadi DVT dan
mengurangi keluhan DVT.
Kerugian dari pemakaian CDT adalah peningkatan terjadinya resiko
perdarahan, memerlukan monitoring yang ketat dan memerlukan biaya yang lebih
mahal. Beberapa
studi menunjukkan
adanya resiko major perdarahan sebesar 8% dan perdarahan intrakranial sebesar
0,2% pada pasien dengan CDT.
No comments:
Post a Comment