21 December 2013

Terapi Trombolitik pada Deep Vein Thrombosis (DVT)

Pemberian antikoagulan dapat melisiskan trombus secara cepat sehingga mencegah terjadinya VTE/DVT berulang. Akan tetapi dari studi meta analisis setelah diikuti selama 6 bulan ditemukan sejumlah trombosis residual yang berhubungan dengan timbulnya risiko VTE/DVT berulang. Antikoagulan tidak menyebabkan trombolisis tetapi hanya menghentikan propagasi dari trombus dan mencegah rekurensi. Oleh karena itu dipikirkan kemungkinan penggunaan trombolitik sebagai terapi DVT. Terapi tombolitik bisa dilakukan secara sistemik maupun lokal (catheter-directed  thrombolysis/CDT).

Terapi Trombolitik Sistemik
Trombolitik sistemik telah dipergunakan untuk melisiskan trombus, tetapi hal ini beresiko terjadinya perdarahan yang serius, seperti hematom peritoneal atau perdarahan intrakranial. Saat ini telah dipergunakan Urokinase dan rekombinan tissue plasminogen activator (r-TPA) sebagai obat pilihan trombolitik sistemik, akan tetapi beberapa pusat kesehatan juga menggunakan streptokinase dan alteplase. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa trombolitik sistemik memberikan hasil lisis yang lebih baik dan menurunkan risiko Post Thrombotic Syndrome (PTS). Pada studi acak terkontrol ditemukan lebih dari 50% bekuan darah lisis pada pasien DVT proksimal dewasa dengan pemberian trombolitik sistemik streptokinase dibandingkan heparin. Studi jangka panjang menunjukkan streptokinase secara signifikan menurunkan angka kejadian PST. begitu juga pemberian tissue plasminogen activator yang dapat melisikan bekuan darah > 50% dibandingkan heparin pada DVT proksimal dan menurunkan kejadian PST. Trombolitik sistemik direkomendasikan pada DVT proksimal yang ekstensif dengan gejala kurang dari 14 hari, status fungsional baik, angka harapan hidup lebih dari enam bulan, resiko perdarahan yang kecil sedangkan Catheter directed intrathrombus thrombolysis (CDT) tidak tersedia. Dari suatu data observasional menunjukkan bahwa pasien dengan DVT yang dilakukan CDT mempunyai risiko perdarahan dan PTS lebih kecil dibandingkan thrombolisis sistemik. Tetapi jika dibandingkan dengan terapi standar antikoagulan, CDT mempunyai risiko PTS yang lebih kecil, sedangkan resiko perdarahan lebih besar. Trombolitik sistemik baru direkomendasikan apabila CDT sulit atau tidak tersedia.

Catheter-Directed  Thrombolysis (CDT)
CDT merupakan suatu tindakan pemasukan agen trombolitik secara langsung ke trombus vena melalui kateter multiple side hole dengan menggunakan imaging sebagai guiding. Pada penelitian prospektif multisenter, pemberian CDT urokinase pada 473 pasien DVT iliofemoral 88% berhasil mengalami fibrinolisis. CDT lebih sering berhasil pada pasien baru dengan onset ≤ 10 – 14 hari dari keluhan. Keluhan PTS juga lebih rendah dibandingkan mendapat antikoagulan saja. CDT dengan streptokinase atau rtPA + antikoagulan memberikan hasil fungsi vena yang normal jika dibandingkan antikoagulan saja. CDT ternyata juga menimbulkan perdarahan mayor berkisar antara 2-4% dan agen rtPA paling kecil perdarahan mayornya bila dibandingkan urokinase. CDT digunakan pada pasien dengan phlegmasia cerulean dolens, pasien dengan trombus yang progresif atau gejala memburuk walaupun dengan terapi antikoagulan awal dan untuk mencegah PTS.
Beberapa literatur menunjukkan CDT dengan antikoagulan pada pasien DVT iliofemoral merupakan prosedur terapi yang dapat diterima oleh karena : 1. Terapi tunggal antikoagulan gagal untuk mencegah terjadinya PTS pada pasien dengan DVT proksimal. 2. Pasien dengan DVT iliofemoral mempunyai faktor resiko tinggi untuk terjadinya PTS dan kecacatan. 3. CDT sangat potensial untuk mencegah terjadinya PTS dan memberikan keuntungan dibandingkan bedah thrombectomy, systemic thrombolysis dan antikoagulan tunggal. 4. CDT secara cepat dapat mengurangi gejala dibandingkan antikoagulan tunggal dan menurunkan resiko terjadinya emboli paru. Tidak seperti bedah thrombectomy, CDT tidak memerlukan general anestesi, insisi bedah dan periode recovery yang tidak lama. CDT lebih efektif dibandingkan trombolisis sistemik oleh karena tidak membutuhkan dosis yang besar dan dapat dikombinasikan dengan ballon angioplasty atau stent. Pemasangan stent endovaskular pada saat dilakukan CDT dapat dilakukan pada kasus tertentu seperti adanya kelainan anatomi yang mendasari timbulnya DVT (May-Thurner Syndrome). Aspiration thrombectomy juga dapat dilakukan bersama CDT pada kasus tertentu. Dari beberapa penelitian case control study juga terbukti, CDT dapat mengurangi kemungkinan terjadinya PTS dan dapat meningkatkan angka harapan hidup setelah follow up selama 20 bulan dibandingkan penggunaan antikoagulan tunggal.  Dari penelitian single center randomized juga terbukti CDT dapat meningkatkan fungsi dari vena setelah terjadi DVT dan mengurangi keluhan DVT.

                Kerugian dari pemakaian CDT adalah peningkatan terjadinya resiko perdarahan, memerlukan monitoring yang ketat dan memerlukan biaya yang lebih mahal. Beberapa studi menunjukkan adanya resiko major perdarahan sebesar 8% dan perdarahan intrakranial sebesar 0,2% pada pasien dengan CDT.

No comments:

Post a Comment