Mengenal BPJS
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang no 24
tahun 2011 tentang BPJS. Pembentukan BPJS merupakan transformasi kelembagaan PT
Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero) dan PT ASABRI
(Persero). Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program,
aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.
Ada dua tugas pokok BPJS,
yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan merupakan badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
tua, jaminan pensiun, jaminan kematian.
Peserta BPJS kesehatan
terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan
Kesehatan dan Bukan PBI Jaminan Kesehatan. PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan
bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang-Undang
SJSN yang iurannya dibayar pemerintah sebagai peserta program jaminan
kesehatan. Peserta PBI yang merupakan golongan masyarakat tertentu, ditetapkan
oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.
Untuk pelaksanaannya, BPJS
mengadaptasikan sistem pelayanan kesehatan dan pembiayaan dalam satu “modul”,
yaitu Indonesia Case Based Group (Ina CBG’s).
Pelayanan kesehatan,dalam hal ini penanganan pasien berdasarkan sistem rujukan yaitu pelayanan berjenjang dari mulai pelayanan primer (dokter umum) – sekunder (dokter spesialis) – tersier (dokter subspesialis) yang digunakan dalam sistem pembiayaan berdasarkan sistem pembayaran prospektif dimana pembayaran pelayanan kesehatan yang harus dibayar, besaran biayanya sudah ditetapkan dari awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan, yaitu dengan cara Ina CBG’s.
Pelayanan kesehatan,dalam hal ini penanganan pasien berdasarkan sistem rujukan yaitu pelayanan berjenjang dari mulai pelayanan primer (dokter umum) – sekunder (dokter spesialis) – tersier (dokter subspesialis) yang digunakan dalam sistem pembiayaan berdasarkan sistem pembayaran prospektif dimana pembayaran pelayanan kesehatan yang harus dibayar, besaran biayanya sudah ditetapkan dari awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan, yaitu dengan cara Ina CBG’s.
Pembayaran Klaim BPJS dan
Jasa Medik Dokter
Mekanisme
pembayaran klaim terhadap fasilitas kesehatan di tingkat pertama seperti
klinik, dokter keluarga, Puskesmas adalah tarif kapitasi. Dan untuk fasilitas
kesehatan rujukan seperti Rumah Sakit (RS) menggunakan Ina CBG’s.
Tarif kapitasi
diberikan kepada fasilitas kesehatan primer berdasarkan jumlah peserta yang
terdaftar dalam suatu wilayah tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan
kesehatan yang diberikan. Kapitasi yang dibayar BPJS Kesehatan mengacu beberapa
hal seperti berapa banyak dokter yang bertugas pada satu fasilitas kesehatan
primer. Kemudian bentuknya apakah klinik atau Puskesmas. Tarif ini terdiri atas
Rp. 3 ribu – Rp. 6 ribu untuk puskesmas, Rp. 8 ribu – Rp. 10 ribu untuk klinik
pratama, praktek dokter, atau dokter praktek beserta jaringannya, dan Rp 2 ribu
untuk praktik dokter gigi mandiri untuk satu satu orang peserta dalam satu
bulan. Perbedaan didasarkan atas kelengkapan fasilitas dan kapasitas pasien
pada tiap layanan kesehatan. Lewat sistem kapitasi, fasilitas kesehatan primer
dituntut bukan hanya mengobati peserta BPJS Kesehatan tapi juga memberikan
pelayanan promotif dan preventif atau pencegahan. Jadi pemasukan fasilitas
kesehatan primer tidak tergantung dari banyaknya pasien yang datang setiap
bulannya, tetapi pada jumlah peserta terdaftar yang menjadi tanggungan di wilayahnya.
Pendapatan dokter layanan primer, akan bergantung pada sisa biaya kapitasi.
Makin sedikit masyarakat yang sakit, maka biaya kapitasi yang digunakan untuk
mengobati penyakit semakin kecil. Sehingga sisa biaya, yang salah satunya
digunakan untuk membayar jasa medik dokter, bisa semakin besar. Untuk dokter
yang bekerja di puskesmas mungkin akan mendapat jasa medik. yang besar karena
banyaknya pasien BPJS yang berasal dari askes dan jamkesmas. Akan tetapi
besarnya jasa medik yang diterima dokter di puskesmas tergantung dari status
puskemas itu sendiri apakah berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau
bukan. Kalau berstatus BLUD, maka dananya dikelola secara mandiri oleh
puskesmas yang bersangkutan. Sedangkan yang bukan BLUD, dananya akan melalui
pemerintah daerah dulu. Untuk dokter keluarga dan dokter praktek yang ikut BPJS,
mereka harus berjuang untuk mendapatkan pasien BPJS yang terdaftar atas
namanya. Sehingga mereka dituntut untuk menjalin jejaring sekaligus
mempromosikan BPJS ini.
Pada
sistem Ina CBGs, tarifnya sesuai dengan diagnosis penyakit dan tipe rumah
sakit. Jadi semakin tinggi tipe rumah sakitnya, semakin besar tarif yang
dikeluarkan sesuai dengan diagnosis penyakit. Tarif rumah sakit A, B, C, dan D berbeda
bergantung pada fasilitas dan kapasitas di rumah sakit tersebut. Pemasukan dokter tergantung pada RS yang bersangkutan.
Pembayaran dokter tidak lagi menggunakan mekanisme fee for service atau pola PPE (Paket Pelayanan
Esensial)- menggunakan sistem reimburse, melainkan renumerasi. Maksudnya, gaji
bulanan berbasis pada kinerja. Tarif ini nantinya mirip gaji bulanan dan
diterima dalam jumlah tetap. Sistem renumerasi
merupakan kesepakatan antara dokter dan manajemen rumah sakit maupun
pemerintah. Tarif renumerasi tersebut dibayar dengan harga paket yang ada dalam
INA-CBG’s, termasuk penggunaan obat dan fasilitas lainnya. Yang menjadi kendala
pada sistem renumerasi adalah bagaimana mendapatkan nilai yang adil sesuai
dengan beban kerja dokter yang bersangkutan. Kalau menggunakan tariff yang dulu
yaitu tarif fee for service, tampak
jelas jumlah jasa medik yang didapat sesuai dengan pelayanan yang diberikan
pada masing-masing dokter.
Semoga kedepan BPJS
semakin lebih baik !
Dikutip dari berbagai sumber.
Bpjs sebenernya sudah cukup baik mnrt saya. Tergantung direktur rs nya. Apakah bpjs tidak ada keinginan untuk melihat realisasi pembagian jasa medik di lapangan? Ken untuk org awam, nama bpjs yg tercoreng krn pembagian yang jauh dari selayaknya
ReplyDelete