26 October 2011

Penghambat SGLT-2 sebagai Terapi Anti Diabetes

Tag Technorati: {grup-tag},,,,

Target terapi anti diabetes mencakup beberapa tingkatan : penyerapan glukosa usus, pelepasan insulin, dan sensitivitas insulin. Salah satu strategi tambahan adalah menyediakan pembuangan glukosa untuk mengurangi hiperglikemia dan kerusakan akibat glikotoxicitas tanpa manipulasi langsung dari sekresi atau sensitivitas insulin. Jika dilakukan pengurangan kapasitas penyerapan glukosa pada tubulus proksimal nefron ginjal akan menyebabkan glycosuria lebih tinggi sehingga kadar glukosa plasma menjadi rendah. Selain menyediakan pembuangan glukosa, diuresis osmotik proksimal berpotensi melalui umpan balik tubuloglomerular dan mengurangi GFR, terutama dalam pengaturan hiperfiltrasi akibat diabetes. Satu keuntungan dari pendekatan ini adalah efek membatasi diri.  Setelah hiperglikemia diperbaiki dan beban yang disaring oleh glomerulus  berkurang, kebocoran glukosa ginjal berhenti bahkan jika obat masih bekerja. Berbagai senyawa dengan struktur yang sangat beragam telah terbukti dapat menghambat fungsi SGLT (Sodium Glucose coTransporter) terutama SGLT-2 seperti obat Dapaglifozin. Kontrol Glikemik dengan agen ini telah ditunjukkan pada hewan model. Yang pasti meningkatnya konsentrasi gula dalam urin akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih.

clip_image002

Gambar 1. Model absorpsi glukosa pada sel tubulus proksimal. Na+-K+-ATPase rendah pada cell [Na+] dan menyebabkan voltase negatif di dalam sel. Ini mendorong pasangan Na+-glukosa masuk dari membrane apikal melalui tranporter SGLT-1 dan -2. Glukosa meninggalkan membran basolateral melalui transporter glukosa terfasilitasi GLUT1 (Glucose Transporter) and GLUT-2 menurut gradien elektrokimia

clip_image002[18]

Gambar 2. Efek penghambatan SGLT. Penghambatan absorpsi proksimal menyebabkan peningkatan ekskresi glukosa. Diuresis osmotik proksimal mengaktifkan tubuloglomerular (TG) feedback dan menurunkan hiperfiltration. Panel kanan menunjukkan keistimewaan penyesuaian sendiri dari penurunan glukosa renal. Tingkat glukosa plasma turun, dan masih ada yang difiltrasi serta glukosuria berhenti walaupun absorpsi proksimal masih dihambat.

Sumber :

Brenner and Rector's The Kidney, 8th ed

Ferrannini E, Sodium-glucose transporter-2 inhibition as antidiabetic therapy, Nephrol Dial Transplant (2010) 25 : 2041-2043

09 March 2011

Efek Hormon Tiroid pada Sistem Kardiovaskuler

Tiroid berasal dari bahasa Yunani, thyreos yang berarti perisai dan eidos yang berarti bentuk. Hormon tiroid merupakan hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid. Hormon ini mempengaruhi berbagai metabolisme tubuh, sistem kardiovaskuler, sistem saraf pusat, kulit, saluran makanan, hati, gonad, laktasi dan pertumbuhan tubuh.
Dibawah pengaruh hormon TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh hipofisis, kelenjar tiroid mensintesa tetraiodothyronine atau tiroksin (T4) sebanyak 85 % dan triiodothyronin (T3) sebanyak 15 %. Hormon tiroid terutama T3 mengatur inotropik dan kronotropik jantung melalui mekanisme secara langsung dan tidak langsung. T3 menyebabkan termogenesis dengan merangsang lipolisis di jaringan.
clip_image002
T3 secara langsung menurunkan resistensi vaskuler sistemik dengan mempengaruhi otot polos vaskuler dan menstimuli endotel vaskuler untuk mensintesa nitric oxide yang bersifat vasodilator. Mean Arteri Pressure (MAP) menjadi menurun menyebabkan Renal Blood Flow menurun sehingga mengaktifkan sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS) untuk meningkatkan reabsorpsi natrium di ginjal sehingga volume plasma meningkat ditambah dengan merangsang eritropoitin dan volume darah pun meningkat. Volume darah yang meningkat menyebabkan venous return meningkat dan cardiac output pun meningkat.
Mekanisme kerja hormon tiroid pada otot jantung
Hormon tiroid bekerja pada sel otot jantung dan set otot polos vaskuler. T3 masuk ke dalam sel otot jantung secara difusi pasif melalui transporter monocarboksilat 8 (MCT8) dan masuk ke inti sel, berikatan dengan reseptor inti T3 membentuk suatu komplek. Komplek ini berikatan dengan Thyroid hormone response element bekerja mengatur transkripsi gen untuk sintesis protein. Salah satu hasil sintesis protein adalah rantai berat myosin (myosin heavy chains) α dan β yang merupakan protein myofibril pada filamen tebal dari bagian kontraksi sel otot jantung. Jika terjadi perubahan sintesis protein akibat penyakit tiroid akan mengubah rantai berat myosin sehingga dapat mengakibatkan gangguan kontraksi jantung.
clip_image002[10]
T3 mengatur pembentukan protein retikulum sarkoplasma, aktivasi pompa kalsium ATP ase (Ca2+-ATP ase) dan phospholamban (pengikat fosfat) yang berperan penting dalam pelepasan dan pengambilan kembali kalsium pada saat kontraksi atau relaksasi otot jantung. Aktivasi pompa Ca2+-ATPase pada retikulum sarkoplasma yang selanjutnya dikenal dengan SERCA sangat penting dalam mengatur siklus kalsium dalam miokard. SERCA 2a (bentuk SERCA dominan pada jantung) diatur oleh phospholamban. Phospholamban merangsang SERCA 2a untuk melepaskan kalsium dari dalam retikulum sarkoplasma. Sebaliknya phospholamban yang berikatan dengan fosfat (phospholamban fosforilasi) akan merangsang SERCA 2a untuk menyimpan kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma. Pengambilan kembali kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma pada awal diastolik adalah bagian yang menentukan lamanya rileksasi ventrikel kiri (waktu isovolumetrik relaksasi). Kekurangan phospholamban akan menyebabkan waktu relaksasi otot jantung semakin singkat. Agen Inotropik (ephinefrin/norephinefrin) akan merangsang cyclic Adenosine Monophosphat (cAMP) yang kemudian merangsang terbentuknya phospholamban fosforilasi sehingga meningkatkan kontraktilitas jantung. Hormon tiroid menghambat aktivitas phospholamban dan meningkatkan phospholamban fosforilasi. Hormon tiroid juga mengatur struktural protein pada kanal ion di membran jantung. Perubahan dalam gen miokard termasuk Na+/K+-ATPase dapat meningkatkan konsumsi oksigen basal pada penyakit jantung tiroid.
Sumber :
Klein I (2008). Endocrine Disorders and Cardiovascular Disease. In : Braunwald’s Heart Disease 8th ed. Braunwald E, Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, eds. Saunders Elsevier. Philadelphia : 2038-2045
Klein I and Ojamaa K (2001). Thyroid Hormone and the Cardiovascular System. In : Epstein FH,eds. N Engl J Med 344 :501-507 Available at : http://www.nejm.org

06 February 2011

Sudden Cardiac Death

A6MED14 Kadang-kadang kita mendengar orang yang tadinya kelihatan sehat tiba-tiba meninggal. Seperti yang dialami seorang politisi dan selebriti Adji Mas Said yang meninggal pada tanggal 5 Februari 2011 setelah bermain sepak bola Demikian juga dengan pelawak Basuki yang meninggal saat / setelah bermain futsal dan pemain sepak bola asal Hungaria Miklós Fehér yang meninggal saat bertanding. Kok bisa begitu ya? Orang-orang menduga penyebab kematiannya karena serangan jantung. Diagnosis pasti penyebab kematiannya tentulah dengan otopsi atau bedah mayat.

Secara epidemiologi kematian alami secara mendadak pada umumnya berhubungan dengan serangan jantung. Di bidang kardiologi, kematian mendadak sering diistilahkan “Sudden Cardiac Death”. Sindrom Sudden Cardiac Death didefinisikan sebagai kematian alami yang timbul secara mendadak (sekitar 1 jam setelah serangan) pada pasien yang mempunyai/tidak penyakit jantung sebelumnya dan kematian yang muncul tidak diperkirakan sebelumnya.

Juga ada Istilah cardiac arrest yaitu curah jantung berhenti secara mendadak akibat dari ventrikuler fibrilasi, ventrikuler asistol dan irama idioventrikuler agonal. Cardiac arrest ini berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 yaitu :

Primary cardiac arrest : penyebabnya murni dari jantung yang menimbulkan aritmia

Secondary cardiac arrest : penyebabnya di luar jantung bisa karena gangguan respirasi arau sirkulasi.

Menurut Jurnal “Causes of Sudden Death in Competitive Athletes”, J Am Coll Cardiol 1986;7: 204-214 yang dikutip dari buku “Hust’s The Heart” edisi 12 , penyebab Sudden Cardiac Death yang bersumber dari penyakit jantung antara lain :

Usia ≤ 35 tahun

Kardiomiopati hipertropi (48%), kardiomiopati idiopatik (18%), kelainan koroner (14%), Penyakit jantung koroner (10%), rupture aorta (7%), tidak dapat dijelaskan (3%)

Usia ≥ 35 tahun

Penyakit jantung koroner (80%), kardiomiopati hipertropi (5%), penyakit jantung katup (5%), prolap katup mitral (5%), tidak dapat dijelaskan (5%).

Faktor risiko untuk tejradinya Sudden Cardiac Death antara lain :

Usia lanjut, laki-laki, ada riwayat penyakit jantung koroner, hipertensi, gagal jantung, dislipidemia (hiperkolesterolemia), kegemukan, merokok, alkohol, ada riwayat keluarga yang mengalami Sudden Cardiac Death, jantung membesar (dilihat dari EKG dan Chest X- ray)

Faktor-faktr pemicu Sudden Cardiac Death :

Perubahan saraf otonom : respon simpatik meningkat, parasimpatik menurun

Abnormalitas elektrolit (sering pada hipokalemia dan hipomagnesemia)

Aktivitas fisik yang berlebihan

Stress mental

Toksik obat

09 January 2011

Diet Sayur dan Buah dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2

images (10) Pada peneltian diabetes di Universitas Leicester, Inggris dengan tujuan untuk meneliti efek independen dari asupan buah dan sayuran pada kejadian diabetes tipe 2. Penelitian ini menggunakan rancangan sistematik review dan meta-analisis. Adapun sumber data diambil dari MEDLINE, Embase, CINAHL, British Nursing Index (BNI), dan perpustakaan Cochrane dengan kata kunci pada diabetes, pra diabetes, buah, dan sayuran. Pendapat para ahli dikumpulkan dan daftar referensi dari artikel yang relevan diperiksa.

Studi yang dipilh adalah studi kohort prospektif dengan pengukuran independen pada konsumsi buah-buahan, sayuran, atau buah dan sayuran serta data tentang kejadian diabetes tipe 2.

Hasil dari penelitan ini dari enam studi memenuhi kriteria inklusi; empat dari studi tersebut memberikan informasi yang terpisah tentang konsumsi sayuran berdaun hijau. Data menunjukkan bahwa konsumsi sebagian besar sayuran berdaun hijau dikaitkan dengan 14% (rasio hazard 0,86, 95% confidence interval 0,77-0,97) pengurangan risiko diabetes tipe 2 (P = 0,01). Data juga menunjukkan tidak ada manfaat yang signifikan meningkatkan konsumsi sayuran, buah, atau buah-buahan atau kombinasi sayuran.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa meningkatkan asupan harian sayuran berdaun hijau secara bermakna dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2.

Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan dapat meningkatkan asupan serat yang mana jumlah serat yang disarankan setiap harinya adalah 20-35 gram pada penderita diabetes.

Sumber : BMJ 2010;341:c4229

05 January 2011

Penurunan Berat Badan dan Gula Darah Terkontrol pada DM Tipe 2 dengan Terapi Agonis GLP-1

Pada penelitian General Electric Centricity dengan menggunakan catatan medis yang dianalisis secara retrospektif untuk mengevaluasi hubungan antara berat badan dan kontrol gula darah serta perubahan dalam tekanan darah dan lipid pada pasien dengan tipe 2 diabetes yang mendapatkan terapi exenatide, sitagliptin, atau insulin. Data dasar dan follow-up (90 -365 hari setelah tanggal indeks) untuk berat badan, A1C, glukosa darah puasa (GDP),tekanan darah, trigliserida, dan LDL, HDL, dan kolesterol total dinilai.

Hasil penelitian : Sebanyak 6.280, 5.861, dan 32.398 pasien yang menerima exenatide, sitagliptin, atau insulin, masing-masing dianalisis. Penurunan berat badan pada pasien yang diobati dengan exenatide, mean SD 3,0 ± 7,33 kg, penurunan berat badan pada pasien yang diobati dengan sitagliptin, mean SD 1,1 ± 5,39 kg dan pasien yang diobati insulin naik 0,6 ± 9,49 kg. Ada hubungan yang signifikan antara penurunan berat badan dengan penurunan kadar A1C dan GDP pada pengobatan exenatide dan penurunan tekanan darah untuk semua terapi.  Penurunan berat badan berkaitan dengan perbaikan kadar lipid, terutama pada kelompok agonis reseptor GLP-1, dan hubungan yang kecil pada kelompok insulin.

Kesimpulan : Penurunan berat badan pada pasien dengan diabetes tipe 2 dapat memperbaiki kontrol gula darah, menurunkan tekanan darah dan memperbaiki dislipidemia. Agonis reseptor Glukagon Like Peptida (GLP-1) berhubungan dengan penurunan berat badan.

Sumber : Diabetes Care 33:1759–1765, 2010