Walaupun tulisan ini agak terlambat, kasus Prita vs Rumah Sakit Omni masih sangat menarik untuk dibicarakan. Kasus yang mencuat akibat dari tulisan Ibu Prita di E-mail mengenai keluhan kepada dokter yang merawatnya masih terus muncul di media-media masa. Ibu prita yang bekerja sebagai kepala pelayanan di suatu bank swasta mengeluh ketidakjelasan diagnosis yang dilakukan oleh dokter. Akibat dari penulisan Ibu prita tersebut berbuntut pada pengadilan.
Pada saat pasien datang ke dokter atau rumah sakit tentu pasien itu mengharapkan kesembuhan dan ingin tahu apa sebenarnya yang diderita. Dokter yang memeriksa akan melakukan anamnesis atau wawancara dan pemeriksaan fisik atas diri pasien.Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, bisa diketahui kurang lebih 75% dari penyakit dan dapat menarik suatu diagnosis kerja. Jika dokter yang memeriksa belum yakin dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Sebelum melakukan semua hal di atas dokter yang memeriksa meminta persetujuan dari pasien (informed consent), jika bersifat invasif maka persetujuan tersebut harus di tulis.
Dalam melakukan semua hal diatas dokter harus berusaha menjelaskan informasi atau tindakan yang akan kepada pasien sesuai dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien kecuali pada keadaan gawat darurat atau keadaan khusus yang mana informasi itu merugikan kesehatan pasien.
Dalam kasus prita ini, Ibu prita mengeluh panas dan diduga oleh dokter mengidap penyakit demam berdarah lalu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Setelah hasil laboratorium selesai, Ibu Prita ingin mengetahui penyakit apa yang dideritanya dan meminta isi rekam medis tetapi kemudian jawaban dokter membuat ibu prita kecewa dan menulis email tersebut.
Hal-hal yang mungkin dapat ditangkap pada kasus diatas adalah :
· Kurangnya komunikasi antara dokter dan pasiennya, hal in disebabkan karena :
-
dokter kurang memberikan penjelasan kepada pasien, mungkin dokter tersebut kelelahan karena pasiennya banyak atau dokter tersebut terburu-buru mengejar sesuatu
-
bahasa yang digunakan dokter tidak dapat dipahami oleh pasien , dokter kesulitan menerjemahkan bahasa kedokteran ke bahasa yang diketahui dan dimengerti oleh pasien
· Keadaan emosi pasien yang labil oleh karena sakitnya dan ini sebenarnya harus diketahui oleh dokter yang merawatnya
· Masih mempertahankan paradigma lama yaitu dokter adalah selalu benar dan tahu Sedangkan pasien harus selalu menurut saja seperti keadaan dokter-dokter pada zaman dulu sehingga dokter menjadi arogan dan merasa paling bisa menyembuhkan
Keadaan hal-hal di atas tentu tidak baik dalam hubungan dokter dan pasien pada saat ini.
Pasien adalah orang yang membutuhkan pertolongan di bidang kesehatan dan dokter adalah orang yang memberikan pertolongan tersebut. Tidak sepantasnya orang yang ditolong menjadi menderita oleh penolongnya. Jika pasien tersebut dituntut karena mengeluh di email dan dibilang mencemari nama baik, tentu jauh dari hubungan yang professional antara dokter dengan pasiennya yang bertujuan mencapai kesembuhan pasien tersebut.
Selama memegang (merawat) pasien dokter harus berusaha memberikan penjelasan yang bisa dimengerti oleh pasien dan mengendalikan emosi pasien yang labil. Dokter juga harus merasakan penderitaan pasien tapi tidak larut didalamnya (empati). Semua manusia berhak berusaha dan Tuhanlah yang menyembuhkan.
Dasar Hukum :
Asas pokok Etika Kedokteran yaitu
a. Hal ini membutuhkan orang – orang yang kompeten,dipengaruhi oleh kehendak dan keinginannya sendiri dan kemampuan ( kompetensi ). Memiliki pengertian pada tiap-tiap kasus yang dipersoalkan memiliki kemampuan untuk menanggung konsekuensi dari keputusan yang secara otonomi atau mandiri telah diambil.
b. Melindungi mereka yang lemah, berarti kita dituntut untuk memberikan perlindungan dalam pemeliharaan, perwalian, pengasuhan kepada anak- anak, para remaja dan orang dewasa yang berada dalam kondisi lemah dan tidak mempunyai kemampuan otonom ( mandiri ).
Dasar ini tercantum pada etik kedokteran yang sebenarnya bernada negatif;“ PRIMUM NON NOCERE “ ( = janganlah berbuat merugikan / salah ).Hendaknya kita bernada positif dengan berbuat baik dan apabila perlu kita mulai dengan kegiatan yang merupakan awal kesejahteraan para individu / masyarakat.
Azas ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan perlakuan antar manusia, umpamanya mulai mengusahakan peningkatan keadilan terhadap si individu dan masyarakat yang mana mungkin terjadi resiko dan imbalan yang tidak wajar dan bahwa segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk kepentingan golongan lain. ( kodeki, MKEK,2002,hal.47 )
Informed consent adalah suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari pasien atau keluarganya yang diberikan dengan bebas dan rasional atas dasar penjelasan oleh dokter mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut dan sudah dimengerti olehnya
Peraturan :
1. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 53 ayat 2 dan pada penjelasannya
2. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 45
3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Menkes/Per/IX/1989 tanggal 4 September 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien Isi rekam medis adalah milik pasien.
Peraturan
1. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 47 ayat 3
3. Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis
Hak dan kewajiban dokter dan dokter gigi :
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. Menerima imbalan jasa.
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan stanadr profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. Merujuk pasien ke dokter atau ke dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kamampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasien, dalam menerima pelayanan para praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
Mendapat isi rekam medis.
Peraturan :
1. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 50, 51, 52
2. Permenkes Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis