Deep Vein Trombosis (DVT) adalah kondisi yang
ditandai aktivasi kaskade pembekuan darah
yang menyebabkan terbentuknya trombus pada vena profunda terutama terjadi pada extremitas. DVT merupakan
bagian dari kelainan pembekuan darah yang disebut tromboemboli vena. DVT dapat terbentuk
sebagian atau total menutupi lumen vena profunda. DVT dapat terjadi di semua
vena besar, tetapi yang paling umum terjadi pada daerah iliofemoral. DVT dapat disebabkan oleh
disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah
vena (stasis ) yang dikenal dengan trias
virchow. Kerusakan dari dinding pembuluh darah
akan menghambat endotelium untuk
menghambat pembekuan darah dan fibrinolisis lokal. Stasis vena oleh karena
immobilisasi yang lama atau karena obstruksi vena dapat menghambat pemecahan
faktor koagulan.
DVT merupakan kelainan vaskular
paling umum ketiga setelah penyakit arteri koroner dan stroke. Insiden DVT kira-kira sebesar 0,1%
dari jumlah penduduk setiap tahunnya Insiden rendah pada usia muda dan
paling tinggi pada usia lanjut. Insidennya meningkat 30 kali lipat dibanding dekade yang
lalu. Insiden tahunan DVT di Eropa dan Amerika Serikat kurang lebih 50/100.000
populasi/tahun. Diperkirakan 600.000 kasus trombo emboli vena terjadi di
amerika serikat dan dua pertiga merupakan trombosis DVT. DVT dengan komplikasinya emboli pulmonal merupakan penyebab
kesakitan dan kematian yang signifikan. Untuk meminimalkan risiko fatal
terjadinya komplikasi emboli paru, diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat
sangat diperlukan. Kematian dan kecacatan dapat terjadi sebagai akibat
kesalahan diagnosa, kesalahan terapi dan
perdarahan karena penggunaan antikoagulannyang tidak tepat, oleh karena itu
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan.
FAKTOR RISIKO
DVT sebagai
salah satu manifestasi dari Venous Thromboembolism (VTE) memiliki beberapa faktor
risiko antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama),
kelainan patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid
syndrome, vena varikosa ekstremitas bawah, obesitas, riwayat tromboemboli vena,
keganasan), kehamilan, tindakan bedah, obat-obatan (kontrasepsi
hormonal, kortikosteroid). Meskipun
DVT umumnya timbul karena adanya faktor risiko tertentu,
DVT juga dapat timbul tanpa etiologi yang jelas ( idiopathic DVT).
RIsiko
terjadinya DVT akan meningkat dengan bertambahnya usia, riwayat keluarga
menderita DVT, perokok, dehidrasi, kanker, vena varikosa, operasi, penyakit
jantung dan pernafasan, obesitas dan kehamilan. Studi tentang riwayat keluarga
dan anak kembar menunjukkan faktor genetika berpengaruh sekitar 60% risiko DVT.
Defisiensi anti thrombin, protein C dan protein S merupakan faktor risiko yang
kuat pada DVT. Estrogen sebagai obat keluarga berencana telah terbukti dapat
meningkatkan terjadinya resiko pembentukan pembekuan darah sebesar tiga sampai
empat kali lipat. Menurut American Heart Association insiden terjadinya DVT pada
pasien postpartum tiga kali lebih besar dibandingkan terjadinya emboli paru. Imobilitas yang berkepanjangan akan menyebabkan gangguan
aliran darah dan akhirnya mempermudah terjadinya pembekuan darah. Sehingga risiko
DVT akan meningkat pada individu-individu yang mengalami imobilisasi yang lama
seperti pasien operasi besar, seseorang yang melakukan perjalanan jauh maupun
seorang sopir. Dari penelitian yang dilakukan
Golhaber dkk yang mengikutsertakan 5.451 pasien yang terdiagnosis DVT melalui
ultrasound didapatkan co-morbiditas hipertensi (50%), riwayat pembedahan dalam
3 bulan (38%), immobilitas dalam 30 hari (34%), kanker (32%)
dan obesitas (27 %).
PATOGENESIS
Menurut Rudolph
Virchow pada tahun 1859, patofisiologi vena trombosis akut / DVT akut meliputi
kombinasi dari tiga faktor (yang
kemudian dikenal dengan Trias Vircow) yaitu adanya stasis aliran darah, jejas
pada endotel pembuluh darah vena dan keadaan hiperkoagulabilitas.
Stasis aliran darah
(penurunan aliran darah
vena) akan menyebabkan terjadinya interaksi yang berlebihan yang
akan menyebabkan ketidakseimbangan antara faktor koagulan dan faktor anti
koagulan, Immobilisasi yang lama seperti pada
pasien post operatif, paralisis dan orang yang menjalani
perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat (economy
class syndrome) akan menyebabkan Aliran darah yang lambat
terutama saat melewati katup vena akan menyebabkan adesi leukosit dan hipoksia
lokal juga memicu jejas endotel dan faktor hiperkoagulabilitas. Hal
ini akan menyebabkan peningkatkan terjadinya tombosis.
Setiap trauma baik minor maupun mayor yang
menyebabkan kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan iritasi dan inflamasi
yang akan meningkatkan faktor pembekuan darah. Pada keadaan normal platelet tidak akan
terikat pada endothelium karena endothelium yang tidak terstimulasi tidak
mempunyai receptor untuk mengikat platelet dan juga endothelium mempunyai
kemampuan memproduksi Nitric oxide
dan prostacyclin untuk mempertahankan platelet dalam keadaan tidak aktif dan
mempengaruhi ikatannya. Ketika lapisan endothelium telah hilang maka platelet
akan terpapar dengan subendothelium yang mempunyai receptor. Ikatan antara
platelet dengan subendothelium ini dimediasi oleh glycoprotein (GP) Ib-IX-V yang terikat melalui faktor von
Willebrand.
Perlekatan platelet terhadap endotel vaskuler akan mengaktivasi platelet dan
menyebabkan sintesis dan pelepasan (degranulasi) berbagai mediator agregasi
platelet, termasuk thromboxane A2
(TxA2), adenosine diphospate (ADP)
dan 5-hydroxytryptamine (5HT atau
serotonin). Mediator ini meningkatkan ekspresi glycoprotein IIb/IIIa receptor
yang berikatan dengan fibrinogen dan menyebabkan agregasi platelet. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Brill menunjukkan bahwa faktor Von Willebrand berperan penting terhadap
terjadinya adesi platelet pada trombosis vena. Defisiensi faktor Von Willebrand akan
mencegah terjadinya trombosis.
Keadaan
hiperkoagulabilitas disebabkan berkurangnya fibrinolisis dan meningkatnya
prokoagulan. Hiperkoagulabilitas biasa terjadi pada kondisi post operasi,
trauma, keganasan, kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral dan desifiensi
protein C dan S. Pemakaian kontrasepsi hormonal (estrogen) yang lama dapat
menurunkan antitrombin III dan protein S, meningkatkan aktivasi faktor VII dan
X. Juga menurunkan thrombomodulin dan menurunkan aktivasi protein C. Keganasan
seperti adenocarcinoma pada kanker paru (sindrom Trousseau) dapat menyebabkan
keadaan hiperkoagulabilitas melalui interaksi sel tumor dan produknya dengan
sel inang. Interaksi tersebut menghilangkan mekanisme protektif yang mencegah
terbentuknya trombus. Sel tumor merangsang faktor prokoagulan dengan mensekresi
tromboplastin jaringan yang merupakan kofaktor dengan faktor VIIa yang
mengaktifkan faktor X. Selain itu sel tumor juga melepaskan protease yang
merangsang faktor pembekuan. Pada keganasan terjadi peningkatan faktor V, VIII,
IX, X .
No comments:
Post a Comment