31 December 2013

Pengelolaan Kaki Diabetes

Pengelolaan kaki diabetes
A.Pencegahan dengan cara
1.Penyuluhan : untuk selalu memperhatikan kebersihan dan kesehatan kaki, memakai alas kaki yang tebal dan hindari luka serta gula darah yang terkontrol.
2.Melakukan identifikasi terhadap pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
   kemungkinan menderita Kaki diabetes
   -Kaki diabetes  akibat iskemia
Penurunan aliran darah ke tungkai akibat makroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama pembuluh darah betis
Yang harus diperiksa;
Rheologi darah, mengukur ancle branchial indeks dengan Doppler ultrasound / angiografi
Klinis :
-          mengeluh nyeri waktu istirahat
-          perabaan : dingin
-          pulsasi pembuluh darah : kurang kuat
-          adanya ulcus sampai ganggen
- Kaki diabetes akibat neuropati
Kerusakan saraf somatic dan otonomik tetapi tidak ada gangguan dari sirkulasi
Klinis:
-          kaki kering
-          hangat
-          kesemutan, mati rasa
-          edema kaki
-          pulsasi pembuluh darah kaki masih teraba
B.Bila pasien datang dengan ulcus dan / ganggren maka tindakan yang harus dilakukan
1.    Evaluasi
-    gambaran klinik
-    lokasi ulcus
-    kedalaman ulcus
-    X ray kaki mungkin ditemukan :  benda asing, subcutan gas, osteomyelitis
-    evaluasi vascular (Pemeriksaan perfusi kulit daerah luka)
dengan transcutaneus oksigen tension (TcPO2) pd daerah sekitar luka. Tekanan PO2 kurang dari 30 mmHg berarti penyembuhan luka menurun
dapat diterapi dengan : Oksigen hiperbarik
2.    Perbaikan sirkulasi
Bedah (dekonstruksi pembuluh darah), obat untuk memperbaiki rheologi
3.    Perbaikkan nutrisi (Hb > 12 g/dl, albumin >3,5 g/dl)
4.    Regulasi gula darah, dislipidemia, hipertensi dan hindari rokok, berikan obat : anti thrombosis, neurotropik dan mineral
5.    Biakan/kultur kuman dengan sampel dari ulcus
6.    Antibiotika, sebelum terdapat hasil kultur berikan terlebih dahulu antibiotika empiris yang bersifat menghambat kuman gram positif dan negatif
Indikasi: selulitis, infeksi yang dalam disertai febris & lekositosis
7.    Perawatan lokal
8.    Debrideman
Yang optimal sampai tampak jaringan yang sehat dengan membuang
semua jaringan yg nekrotik
9.    Non weight bearing
Tirah baring, memakai crutch, kursi roda/sandal khusus
10. Amputasi
Indikasi Amputasi
1. febris terus-menerus
2.Regulasi gula darah sulit dicapai
3.selulitis semakin naik dari distal ke proksimal
4.osteomyelitis
5.Pasien tambah toksik
6.faal ginjal menurun

Klasifikasi Obat Anti Diabetes Oral yang biasa digunakan

Sulfonilurea
Obat ini merangsang sel beta pankreas untuk memproduksi insulin. terbagi menjadi berapa golongan, antara lain :
1.Kelas A: hipoglikemik kuat
 glibenklamid, nama merk dagangnya euglukon, daonil 
dengan sediaan 5mg per tablet. diberikan maksimal 3 tablet diberikan pagi dan siang
klorpropamid, nama merk dagangnya diabinase 
dengan sediaan 100 dan 250 mg per tablet, dosis maksimal 2 tablet, diberikan pagi hari
2.Kelas B: untuk diabetes melitus disertai kelainan ginjal dan hepar.
glikuidon, nama merk dagangnya glerenorm, glidiab, lodem, fordab, 
dengan sediaan 30 mg  per tablet. 
maksimal 4 tablet/hari diberikan pagi dan siang.
3.Kelas C: anti angiopati
gliklazid, digunakan untuk komplikasi diabetes melitus mikroangiopati.
nama merk dagangnya diamicron, glukolos,glucodex,glidiabet,
sediaan 80 mg per tablet, maksimal 4tablet/hari diberikan pagi dan siang.
glimipiriddigunakan untuk komplikasi diabetes melitus makroangiopati.
nama merk dagangnya amaryl,amadiab,metrix,solosa.
sediaannya 1 mg, 2 mg dan 4 mg.
diberikan pagi dan siang dengan maksimal dosis 8 mg/hari
4.Kelas D: hipoglikemik lemah tapi bekerja pada gangguan post reseptor insulin
glipizid dosis rendah misalnya minidiab dosis 2,5-20 mg diberikan pagi dan siang.

 Biguanid 
obat ini berefek pada reseptor insulin (uptake glukosa di perifer), menurunkan fibrinogen plasma,  tidak punya efek sentral pada pancreas, antara lain 
metformin, nama merk dagangnya glucophage, buformin, diabex, neodipar. 
sediaannya 500 mg per tablet. dosis 500-3000 mg perhari. 
obat ini dapat menyebabkan perut tidak nyaman. 
sehingga pemberiannya sebaiknya sesudah makan. 
hati-hati pada pasien dengan kelainan hepar dan ginjal.

Golongan spesifik
 Acarbose (alfa-glukosidase inhibitor), obat ini menghambat absorbsi glukosa di usus. nama merk dagangnya glucobay, eclid
sediaannya 50 mg dan 100 mg. diberikan setelah suapan pertama saat makan. efek samping yang sering : perut terasa kembung dan sering buang angin (flatus)
sitagliptin (suatu DPP-4 inhibitor), obat ini bekerja meningkatkan dan memperpanjang hormon incretin, dengan mengnonaktifkan enzim DPP-4. hormon incretin meningkatkan sintesis dan sekresi insulin pada sel beta pankreas dan menurunkan sekresi glukagon pada sel alfa pankreas. nama merk dagangnya januvia. sediaan 25 mg, 50 mg dan 100 mg. dosis yang diberikan maksimal 400 mg/hari. dosis disesuaikan juga terdapat gangguan ginjal.
Repaglinide, obat ini bekerja meningkatkan sekresi insulin dengan menghambat ATP-potassium-channel pada sel beta pankreas sehingga meningkatkan kalsium intrasel dan merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas. nama merk dagangnya prandin, sediaan 0,5 mg, 1 mg dan 2 mg. dosis awal 0,5 mg diberikan 15 menit sebelum makan. dititrasi maksimal 4 mg. dosis maksimal tidak melebihi 16 mg /hari.


29 December 2013

wanita bersusuk emas

Fenomena menggunakan susuk untuk pengobatan tidak hanya terjadi di Indonesia. Tetapi juga terjadi di Negara gingseng, korea selatan. Berikut ini adalah kasusnya :
Seorang wanita 65 tahun dengan rasa sakit di kedua lututnya . Dia menderita osteoartritis lutut sebelumnya dan telah diobati dengan obat analgesik dan obat antiinflamasi nonsteroid. Selain itu, dia diobati dengan injeksi intraartikular glukokortikoid . Meskipun mendapat terapi tersebut, nyeri lututnya tidak mereda . Ketidaknyamanan pencernaan yang disebabkan oleh obat-obatan anti nyeri mengharuskan penghentian obat. Oleh karena itu , dia menjalani akupunktur dengan susuk emas sebagai terapi tambahan sekali per minggu dan lebih sering ketika sakit datang .

Akupunktur banyak digunakan sebagai pengobatan untuk nyeri sendi . Telah dihipotesiskan bahwa susuk emas ditanamkan pada titik-titik akupunktur bertindak sebagai  stimulasi terus-menerus dari akupuntur. Penyisipan potongan-potongan kecil dari emas steril di sekitar sendi dengan cara jarum akupunktur telah digunakan umumnya dalam pengobatan osteoarthritis dan rheumatoid arthritis di negara-negara Asia . Susuk emas dapat mempersulit penilaian radiografi , seperti yang terlihat di sini.

kode etik kedokteran

Kode etik adalah pedoman perilaku yang berisi garis – garis besar, adalah pemandu sikap dan perilaku. Dalam kedokteran, kode etik menyangkut 2 ( dua ) hal yang harus diperhatikan ialah :
1. Etik Jabatan Kedokteran ( Medical Ethics )
 Menyangkut masalah yang berkaitan dengan sikap dokter terhadap teman sejawat, para pembantunya serta terhadap  masyarakat & pemerintah.
 2. Etik Asuhan Kedokteran ( Ethics of Medical Care )
 Mengenai sikap & tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggungjawabnya.
 ( Etika Kedokteran, Ratna Samil, 2001 )

Etika merupakan bagian dari filsafat aksiologi yang mempelajari baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas, dsb. Dalam penggunaan sehari-hari, nilai/norma dalam masyarakat umum berlaku dan ditentukan oleh masyarakat tertentu.
Dalam kode etik oleh Hammurabi, telah disusun bermacam-macam sistem/peraturan mengenai para dokter. Terdapat pula beberapa bagian mengenai norma-norma tinggi moral/akhlak dan tanggung jawab yang diharapkan harus dimiliki oleh para dokter serta petunjuk-petunjuk mengenai hubungan antar dokter-pasien dan beberapa masalah lain. Etika Kedokteran mempunyai 3 ( tiga ) azas pokok,  yaitu :

1.   O t o n o m i
a. Hal ini membutuhkan orang – orang yang kompeten, dipengaruhi oleh kehendak dan keinginannya sendiri dan kemampuan ( kompetensi ). Memiliki pengertian pada tiap-tiap kasus yang dipersoalkan memilik kemampuan untuk menanggung konsekuensi dari keputusan yang secara otonomi atau mandiri telah diambil.
b. Melindungi mereka yang lemah, berarti kita dituntut untuk memberikan perlindungan dalam pemeliharaan, perwalian, pengasuhan kepada anak-anak, para remaja dan orang dewasa yang berada dalam kondisi lemah dan tidak mempunyai kemampuan otonom ( mandiri ).

2.   Bersifat dan bersikap amal, berbudi baik
Dasar ini tercantum pada etik kedokteran yang sebenarnya bernada negatif ; PRIMUM NON NOCERE “ ( = janganlah berbuat merugikan / salah ). Hendaknya kita bernada positif dengan berbuat baik dan apabila perlu kita mulai dengan kegiatan yang merupakan awal kesejahteraan para individu /masyarakat.

3.   K e a d i l a n
Azas ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan perlakuan antar manusia, umpamanya mulai mengusahakan peningkatan keadilan terhadap si individu dan masyarakat dimana mungkin terjadi risiko dan imbalan yang tidak wajar dan bahwa segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk kepentingan golongan lain.
 ( kodeki, MKEK,2002 )

            Etika kedokteran dapat diartikan sebagai kewajiban berdasarkan moral yang menentukan praktek kedokteran. Selama beberapa dasawarsa terakhir ini, masalah – masalah etik kedokteran merupakan masalah yang penting ; masyarakat saat ini telah mempersalahkan secara agresif mengenai bagaimana dan kepada siapa pelayanan kesehatan diberikan. Perhatian masyarakat kepada masalah etik kedokteran telah membawa profesi kedokteran kepada kebutuhan yang meningkat mengenai pandangan masyarakat ini, tidak hanya yang berkenaan dengan hubungan antara dokter – pasien, tetapi juga bagaimana kemajuan dalam ilmu & teknologi kedokteran mempengaruhi masalah hak asasi manusia.
Hubungan antara dokter – pasien adalah hubungan antar manusia – manusia, yang akan tercapai apabila masing – masing pihak benar – benar menyadari hak & kewajibannya serta memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku.

tips memilih obat tetes mata untuk mata kering

Mata terasa panas, kering dan sakit ketika main komputer atau berada di ruang ber-AC. Itu mungkin sering dikeluhkan oleh blogger termasuk saya. Belum lagi kalau memperhatikan kode-kode html atau skrip-skrip widget bikin mata cepat terasa lelah. Juga kalau kelamaan main game di computer.
Pada saat itu kita biasanya mengalami gangguan mata ringan seperti iritasi atau mata kering yang hanya mengenai mata bagian putih. Tapi hati-hati kalau sampai kemerahan karena bisa jadi terkena infeksi. Apalagi jika terjadi gangguan mata membuat penglihatan buram atau kabur maka harus dianggap serius
Untuk mengatasi mata kering tanpa menggunakan obat anda bisa berkunjung disini.
Sedangkan jika masih belum bisa berhasil, maka kita bisa menggunakan obat-obat mata yang tersedia di apotik.
Obat tetes mata biasanya digunakan untuk membersihkan mata dari kotoran. Selain itu, peradangan mata seperti infeksi, mata memerah, dan lainnya dapat diobati menggunakan obat tetes mata. Tetes mata memang lebih cepat bekerja ketimbang salep atau obat oral (diminum), karena langsung bekerja pada sasaran, langsung terserap. Fungsi tetes mata sendiri memang untuk menyembuhkan penyakit mata.
Berikut ini kandungan dari obat tetes mata
Tetrahydrozoline HCl merupakan agen vasokonstriktor yang dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat dan pembuluh darah. Pada saat iritasi, pembuluh darah dalam keadaan vasodilatasi sehingga mata memerah. Apabila digunakan tetes mata yang mengandung senyawa aktif ini, pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi sehingga mata tidak memerah lagi.
Benzalkonium chloride merupakan bahan pengawet atau preservative yang mempunyai daya membunuh bakteri (bakterisida). Benzalkonium chloride ini dapat menyebabkan penghilangan warna pada kontak lensa.
Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) digunakan sebagai air mata buatan. 
Polyethylene glycol (PEG) berfungsi sebagai lumbicant atau pelumas
Naphazoline adalah senyawa simpatomimetik yang ditandai dengan aktivitas alfa adrenergic, bekerja sebagai vasokonstriktor dengan cepat mengurangi pembengkakan membrane mukosa. Naphazoline bekerja pada reseptor di arteri konjungtiva menjadi konstriksi sehingga menghasilkan penurunan penyumbatan/kongesti.
Nah bagaimana dengan obat-obat yang tersedia di apotik? Biasanya yang obat tetes mata yang tersedia di apotik merupakan obat kombinasi. Misalnya saja :
Insto regular, Visine original, dan Braito original, ketiganya mengandung Tetrahydrozoline HCl dan Benzalkonium chloride. Tetes mata yang mengandung kombinasi ini diindikasikan untuk menghilangkan iritasi dan kemerahan pada mata.
Insto moist, Visine tears, dan Braito tears mengandung Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) dan Benzalkonium chloride.
Visine tears ada tambahan Polyethylene glycol (PEG) dan Glycerin. Kombinasi obat ini diindikasikan untuk menghilangkan iritasi dan kekeringan pada mata
Rohto mengandung Naphazoline HCl, asam borat, Na borat, Dinatrium edetat, Polisorbat 80, dan Benzalkonium chloride diindikasikan untuk menghilangkan iritasi dan kongesti mata atau pengobatan kondisi alergi serta peradangan.
Bagaimana memilih obat tetes mata yang tepat?
-Apabila terjadi iritasi dan mata merah saja, pilih Insto regular, Visine original, atau Braito original.
-Apabila terjadi iritasi dan mata kering, pilih Insto moist, Visine tears, atau Braito tears.
-Apabila terjadi iritasi sekaligus mata merah dan kering, bisa menggunakan Visine extra.
-Apabila disertai dengan alergi atau peradangan, Rohto menjadi pilihan yang tepat.
Jika lebih parah mungkin butuh Alletrol atau tetes mata Cendo yang berbagai macam fungsinya tapi ada baiknya dibawah pengawasan dokter spesialis mata. Karena obat ini mengandung steroid yang jika digunakan terus-menerus akan menyebabkan timbulnya penyakit glaukoma,
Penyakit glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat, sehingga bola mata akan membesar dan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata. Akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati (kebutaan)

jadi ada baiknya saat membeli obat, kita baca komposisinya. Pertanyaannya bagaimana dengan obat tetes mata yang sudah dibuka? Berapa lama bisa dipakai? Pada umumnya, obat tetes mata masih bisa digunakan selama satu bulan setelah tutup dibuka. Apabila lebih dari satu bulan maka bisa jadi komposisinya sudah berubah dan tidak aman dipakai lagi.

28 December 2013

Perbandingan antara Joint National Committee (JNC) 7 dengan JNC 8

Metodologi :
JNC 7 : Non sistematis literatur review oleh komite ahli termasuk berbagai desain studi. Rekomendasi berdasarkan consensus
JNC 8 : Pertanyaan kritis dan kriteria ulasan didefinisikan oleh panel ahli dengan masukan dari tim metodologi. Tinjauan sistematis awal oleh methodologists berbasis bukti Randomized Clinical Trial (RCT). Peninjauan kembali dari bukti RCT dan rekomendasi oleh panelis menurut standar protocol.
Definisi
JNC 7 : definisi hipertensi dan pre hipertensi
JNC 8 : Definisi hipertensi dan prehipertensi tidak difokuskan, tapi ambang batas pengobatan farmakologis didefinisikan
Target  terapi
JNC 7 : tujuan pengobatan yang ditetapkan untuk hipertensi tanpa komplikasi dan untuk subset dengan berbagai kondisi komorbiditas (diabetes dan gagal ginjal kronis)
JNC 8 : Target perlakuan yang sama ditetapkan untuk semua populasi hipertensi kecuali bila terdapat bukti yang mendukung target tekanan darah yang berbeda untuk subpopulasi tertentu
Rekomendasi gaya hidup
JNV 7 : Modifikasi gaya hidup direkomendasikan berdasarkan tinjauan pustaka dan pendapat ahli
JNC 8 : Modifikasi gaya hidup yang direkomendasikan didukung Rekomendasi evidence based dari Kelompok Kerja gaya hidup
Terapi obat
JNC 7 : 5 kelas antihipertensi dapat digunakan sebagai terapi awal, tetapi direkomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien tanpa indikasi tertentu untuk kelas antihipertensi yang lain. Ditentukan kelas obat antihipertensi tertentu untuk pasien
dengan indikasi antara lain diabetes, gagal ginjal kronis, gagal jantung, infark miokard, stroke, dan kardiovaskuler risiko tinggi termasuk daftar tabel obat antihipertensi oral, nama dan rentang dosis yang biasa digunakan.
JNC 8 : Direkomendasikan seleksi antara 4 kelas obat tertentu (ACEI atau ARB, CCB atau diuretik) dan dosis berdasarkan bukti dari RCT. Direkomendasikan kelas obat tertentu berdasarkan penelaahan bukti
untuk subkelompok ras, gagal ginjal kronis  dan diabetes. Panelis membuat tabel obat dan dosis yang digunakan berdasarkan hasil uji coba.
Batasan topic
JNC 7 : Ditujukan beberapa masalah (metode pengukuran tekanan darah, komponen evaluasi pasien, hipertensi sekunder, kepatuhan rejimen, hipertensi resisten, dan hipertensi pada populasi khusus) berdasarkan kajian literatur dan pendapat ahli
JNC 8 : Ulasan Bukti RCT terhadap sejumlah pertanyaan, yang dinilai oleh panelis untuk menjadi prioritas tertinggi
Proses ulasan sebelum publikasi
JNC 7 : Diulas oleh National High Blood Pressure Education Program Coordinating Committee, sebuah koalisi dari 39 profesional, masyarakat, dan organisasi sukarela utama dan 7 lembaga federal

JNC 8 : Diulas oleh para ahli termasuk mereka yang berafiliasi dengan profesional dan organisasi publik dan badan-badan federal, tidak satupun mendapat sponsor dari suatu organisasi.

UPDATE! Klasifikasi Hipertensi Terbaru dari Joint National Committee ke-8 (JNC 8)

JNC 8  merupakan klasifikasi hipertensi terbaru dari Joint National Committee yang berpusat di Amerika Serikat sejak desember 2013. JNC 8 telah merilis panduan baru pada manajemen hipertensi orang dewasa terkait dengan penyakit kardiovaskuler :
Para penulis membentuk sembilan rekomendasi yang dibahas secara rinci bersama dengan bukti pendukung . Bukti diambil dari penelitian terkontrol secara acak dan diklasifikasikan menjadi :
A. rekomendasi kuat, dari evidence base terdapat banyak bukti penting yang menguntungkan
B. rekomendasi sedang, dari evidence base terdapat bukti yang menguntungkan
C. rekomendasi lemah, dari evidence base terdapat sedikit bukti yang menguntungkan
D. rekomendasi berlawanan, terbukti tidak menguntungkan dan merusak (harmful).
E. opini ahli
N. tidak direkomendasikan
Beberapa rekomendasi terbaru antara lain  :
1 . Pada pasien berusia ≥ 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 150mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk sistolik < 150mmHg dan diastolik < 90mmHg . (Rekomendasi  Kuat-grade A)
2 . Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah diastolik ≥ 90mmHg dengan target < 90mmHg . ( Untuk usia 30-59 tahun , Rekomendasi  kuat -Grade A; Untuk usia 18-29 tahun , Opini Ahli - kelas E )
3 . Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg dengan target terapi < 140mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )
4 . Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target terapi sistolik < 140mmHg dan diastolik < 90mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )
5 . Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik BP ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk sistolik gol BP < 140mmHg dan diastolik gol BP < 90mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )
6 . Pada populasi umum bukan kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes , pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe thiazide, CCB , ACE inhibitor atauARB ( Rekomendasi sedang-Grade B ) Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 yang mana panel merekomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien .
7 . Pada populasi umum kulit hitam , termasuk orang-orang dengan diabetes , pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretic  tipe thiazide atau CCB . ( Untuk penduduk kulit hitam umum : Rekomendasi Sedang - Grade B , untuk pasien hitam dengan diabetes : Rekomendasi lemah-Grade C)
8 . Pada penduduk usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , pengobatan awal atau tambahan antihipertensi harus mencakup ACE inhibitor atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal . (Rekomendasi sedang -Grade B )
9 . Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, tiingkatkan dosis obat awal atau menambahkan obat kedua dari salah satu kelas dalam Rekomendasi 6 . Jika target tekanan darah  tidak dapat dicapai dengan dua obat , tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada pasien yang sama . Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai hanya dengan menggunakan obat-obatan dalam Rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3 obat untuk mencapai target tekanan darah, maka obat antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan . (Opini Ahli - kelas E )
Daftar singkatan :
ACEI = angiotensin-converting enzyme inhibitor
ARB=  angiotensin receptor blocker
CCB = calcium channel blocker

Untuk mengetahui klasifikasi JNC 7 dapat dilihat disini
Untuk mengetahui perbedaan apa saja dari JNC 7 dan JNC 8 dapat dilihat disini

26 December 2013

Hipertensi Resisten

 Hipertensi Resisten adalah tekanan darah yang berada di atas target terapi walaupun telah menggunakan tiga jenis obat anti hipertensi dari golongan yang berbeda yang salah satunya adalah diuretik dan semua obat telah diberikan dalam dosis yang optimal. Hipertensi resisten juga meliputi penderita dengan tekanan darah yang terkontrol dengan penggunaan lebih dari 3 obat antihipertensi.
Prevalensi hipertensi resisten belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan mengenai 5-30% dari keseluruhan penderita hipertensi. Penderita dengan hipertensi resisten memiliki peningkatan risiko terjadinya stroke, aneurisma aorta, infark miokard, gagal jantung kongestif dan kegagalan ginjal dibandingkan dengan penderita hipertensi lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi resisten
Sejumlah faktor dikaitkan terhadap terjadinya hipetensi resisten antara lain :
Faktor Genetik
Pada hipetensi resisten terdapat varian gen 2β dan γ ENaC (epithelial sodium channel) secara signifikan lebih sering dijumpai dibandingkan dengan penderita normotensi. Selain itu enzim CYP3A5 (11b-hydroxysteroid dehydrogenase type 2) yang berperan pada metabolisme kortisol dan kortikosteron dikaitkan dengan ras Amerika-Afrika dengan hipertensi yang sulit mencapai target tekanan darah.
Faktor Gaya Hidup
Obesitas
Mekanisme hipertensi akibat obesitas cukup kompleks meliputi gangguan ekskresi natrium, peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Konsumsi Alkohol
Dalam suatu analisis cross-sectional pada penderita dewasa dengan ras Cina yang mengkonsumsi > 30 gelas akohol seminggu, risiko terjadinya hipertensi meningkat dari 12 menjadi 14%.
Faktor terkait Retensi Cairan
Retensi cairan dan status volume yang berlebih akibat kelainan pada ginjal dan terapi diuretika yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipertensi resisten.
Penyebab terkait Obat-obatan
Beberapa agen farmakologis seperti nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs), aspirin dan asetaminofen dapat meningkatkan tekanan darah dan berkontribusi terhadap resistensi terapi. Obat-obatan lainnya yang dapat memperburuk kontrol tekanan darah meliputi agen simpatomimetik seperti dekongestan dan berbagai pil diet, siklosporin, takrolimus, amphetamine-like stimulants, modafinil, kontrasepsi hormonal dan steroid.
Penyebab Sekunder
Obstructive Sleep Apnea (OSA)
OSA yang tidak diterapi berkaitan erat dengan terjadinya hipertensi. hipoksemia yang intermiten dan/atau peningkatan resistensi jalan napas bagian atas terkait OSA menginduksi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis yang akan meningkatkan tekanan darah melalui peningkatan curah jantung dan resistensi perifer serta peningkatan retensi cairan.
Aldosteronisme Primer
Aldosteronisme primer cukup sering pada penderita hipertensi resisten dengan prevalensi sekitar 20%.
Feokromositoma
Terjadi peningkatan dan derajat variabilitas tekanan darah berhubungan dengan kadar sekresi norepinefrin oleh feokromositoma
Sindroma Cushing
Hipertensi terjadi pada 70 hingga 90% penderita dengan sindroma Cushing. Mekanisme utama terjadinya hipertensi pada sindroma Cushing adalah stimulasi yang berlebihan dari reseptor mineralokortikoid nonselektif oleh kortisol.
Kelainan Parenkim Ginjal
Resistensi terapi pada penderita dengan gagal ginjal dikaitkan dengan peningkatan retensi cairan dan natrium serta ekspansi volume intravaskular.
Stenosis Arteri Renalis
Lebih dari 90% stenosis arteri renalis merupakan akibat dari aterosklerosis.
Diabetes Melitus
Efek patofisiologis terkait insulin resisten yang dapat berkontribusi terhadap perburukan hipertensi meliputi peningkatan saraf simpatis, proliferasi sel otot polos vaskular dan peningkatan retensi natrium. 
Terapi
Terapi ditujukan pada identifikasi dan mengembalikan faktor pola hidup terkait resistensi terapi, diagnosis yang akurat, dan terapi yang tepat terhadap penyebab sekunder hipertensi serta penggunaan regimen multi-drug yang efektif .
Terapi non farmakologi :
 Perbaikan pola hidup meliputi penurunan berat badan, olahraga yang teratur, diet tinggi serat, rendah lemak, rendah garam, dan pembatasan asupan alkohol harus dilakukan. Obat-obatan yang berpotensi menyebabkan resistensi terapi harus dihindari.
Terapi penyebab sekunder
Optimalisasi Ketaatan Penderita
Ketaatan terapi menurun bila jumlah obat yang harus dikonsumsi semakin banyak, jadual dan dosisnya rumit, serta harganya mahal. Regimen yang diresepkan harus sesederhana mungkin mencakup penggunaan kombinasi obat dengan durasi kerja panjang untuk menurunkan jumlah pil yang diresepkan dan memungkinkan jadual yang sederhana.
Terapi Farmakologis
Terapi Diuretika
Pada kebanyakan penderita penggunaan diuretika tiazide durasi kerja panjang dapat sangat efektif. Pada penderita dengan gagal ginjal,  furosemid dapat bermanfaat dalam kontrol volume dan tekanan darah yang efektif. Masa kerja furosemid relatif pendek dan sering membutuhkan setidaknya dua kali pemberian. Sebagai alternatif, torsemid dapat digunakan.
Terapi Kombinasi
Dalam kombinasi beberapa obat, lebih baik melanjutkan kombinasi agen dengan mekanisme aksi yang berbeda. Pada kondisi ini, regimen tiga obat berupa ACE inhibitor atau ARB, calcium channel blocker dan diuretika tiazid cukup efektif dan dapat ditoleransi secara umum. Bisa juga ditambahkan beta blocker seperti bisoprolol jika heart rate > 85 kali/menit dan tidak ada kontra indikasi.
Antagonis Reseptor Mineralokortikoid
Antagonis reseptor mineralokortikoid seperti spironolacton memberi manfaat antihipertensi yang cukup berarti ketika ditambahkan pada regimen multidrug yang telah digunakan. Juga obat amilorid bertindak antagonis terhadap epithelial sodium channel pada duktus koligentes distal sehingga berfungsi sebagai antagonis aldosteron secara tidak langsung. 

21 December 2013

Terapi Trombolitik pada Deep Vein Thrombosis (DVT)

Pemberian antikoagulan dapat melisiskan trombus secara cepat sehingga mencegah terjadinya VTE/DVT berulang. Akan tetapi dari studi meta analisis setelah diikuti selama 6 bulan ditemukan sejumlah trombosis residual yang berhubungan dengan timbulnya risiko VTE/DVT berulang. Antikoagulan tidak menyebabkan trombolisis tetapi hanya menghentikan propagasi dari trombus dan mencegah rekurensi. Oleh karena itu dipikirkan kemungkinan penggunaan trombolitik sebagai terapi DVT. Terapi tombolitik bisa dilakukan secara sistemik maupun lokal (catheter-directed  thrombolysis/CDT).

Terapi Trombolitik Sistemik
Trombolitik sistemik telah dipergunakan untuk melisiskan trombus, tetapi hal ini beresiko terjadinya perdarahan yang serius, seperti hematom peritoneal atau perdarahan intrakranial. Saat ini telah dipergunakan Urokinase dan rekombinan tissue plasminogen activator (r-TPA) sebagai obat pilihan trombolitik sistemik, akan tetapi beberapa pusat kesehatan juga menggunakan streptokinase dan alteplase. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa trombolitik sistemik memberikan hasil lisis yang lebih baik dan menurunkan risiko Post Thrombotic Syndrome (PTS). Pada studi acak terkontrol ditemukan lebih dari 50% bekuan darah lisis pada pasien DVT proksimal dewasa dengan pemberian trombolitik sistemik streptokinase dibandingkan heparin. Studi jangka panjang menunjukkan streptokinase secara signifikan menurunkan angka kejadian PST. begitu juga pemberian tissue plasminogen activator yang dapat melisikan bekuan darah > 50% dibandingkan heparin pada DVT proksimal dan menurunkan kejadian PST. Trombolitik sistemik direkomendasikan pada DVT proksimal yang ekstensif dengan gejala kurang dari 14 hari, status fungsional baik, angka harapan hidup lebih dari enam bulan, resiko perdarahan yang kecil sedangkan Catheter directed intrathrombus thrombolysis (CDT) tidak tersedia. Dari suatu data observasional menunjukkan bahwa pasien dengan DVT yang dilakukan CDT mempunyai risiko perdarahan dan PTS lebih kecil dibandingkan thrombolisis sistemik. Tetapi jika dibandingkan dengan terapi standar antikoagulan, CDT mempunyai risiko PTS yang lebih kecil, sedangkan resiko perdarahan lebih besar. Trombolitik sistemik baru direkomendasikan apabila CDT sulit atau tidak tersedia.

Catheter-Directed  Thrombolysis (CDT)
CDT merupakan suatu tindakan pemasukan agen trombolitik secara langsung ke trombus vena melalui kateter multiple side hole dengan menggunakan imaging sebagai guiding. Pada penelitian prospektif multisenter, pemberian CDT urokinase pada 473 pasien DVT iliofemoral 88% berhasil mengalami fibrinolisis. CDT lebih sering berhasil pada pasien baru dengan onset ≤ 10 – 14 hari dari keluhan. Keluhan PTS juga lebih rendah dibandingkan mendapat antikoagulan saja. CDT dengan streptokinase atau rtPA + antikoagulan memberikan hasil fungsi vena yang normal jika dibandingkan antikoagulan saja. CDT ternyata juga menimbulkan perdarahan mayor berkisar antara 2-4% dan agen rtPA paling kecil perdarahan mayornya bila dibandingkan urokinase. CDT digunakan pada pasien dengan phlegmasia cerulean dolens, pasien dengan trombus yang progresif atau gejala memburuk walaupun dengan terapi antikoagulan awal dan untuk mencegah PTS.
Beberapa literatur menunjukkan CDT dengan antikoagulan pada pasien DVT iliofemoral merupakan prosedur terapi yang dapat diterima oleh karena : 1. Terapi tunggal antikoagulan gagal untuk mencegah terjadinya PTS pada pasien dengan DVT proksimal. 2. Pasien dengan DVT iliofemoral mempunyai faktor resiko tinggi untuk terjadinya PTS dan kecacatan. 3. CDT sangat potensial untuk mencegah terjadinya PTS dan memberikan keuntungan dibandingkan bedah thrombectomy, systemic thrombolysis dan antikoagulan tunggal. 4. CDT secara cepat dapat mengurangi gejala dibandingkan antikoagulan tunggal dan menurunkan resiko terjadinya emboli paru. Tidak seperti bedah thrombectomy, CDT tidak memerlukan general anestesi, insisi bedah dan periode recovery yang tidak lama. CDT lebih efektif dibandingkan trombolisis sistemik oleh karena tidak membutuhkan dosis yang besar dan dapat dikombinasikan dengan ballon angioplasty atau stent. Pemasangan stent endovaskular pada saat dilakukan CDT dapat dilakukan pada kasus tertentu seperti adanya kelainan anatomi yang mendasari timbulnya DVT (May-Thurner Syndrome). Aspiration thrombectomy juga dapat dilakukan bersama CDT pada kasus tertentu. Dari beberapa penelitian case control study juga terbukti, CDT dapat mengurangi kemungkinan terjadinya PTS dan dapat meningkatkan angka harapan hidup setelah follow up selama 20 bulan dibandingkan penggunaan antikoagulan tunggal.  Dari penelitian single center randomized juga terbukti CDT dapat meningkatkan fungsi dari vena setelah terjadi DVT dan mengurangi keluhan DVT.

                Kerugian dari pemakaian CDT adalah peningkatan terjadinya resiko perdarahan, memerlukan monitoring yang ketat dan memerlukan biaya yang lebih mahal. Beberapa studi menunjukkan adanya resiko major perdarahan sebesar 8% dan perdarahan intrakranial sebesar 0,2% pada pasien dengan CDT.

Pengobatan / Terapi Deep Vein Thrombosis

Tujuan utama penatalaksanaan DVT adalah mengurangi keluhan, menghentikan perluasan trombus, mencegah terbentuknya trombosis ulangan. Segera setelah diagnosis DVT ditegakkan maka pengobatan antikoagulan harus segera diberikan dengan mempertimbangkan apakah terdapat kontraindikasi seperti perdarahan yang aktif, trombositopenia (platelet < 20.000/mm3) dan pasca operasi mayor. Pilihan rejimen penggunaan awal pada orang dewasa antara lain :

(1) Unfractionated Heparin (UFH) intravena dengan dosis bolus awal 80 IU /kg  diikuti oleh infus intravena kontinyu, dosis awal adalah 18 IU/kg/jam dengan dosis maksimal 40.000 IU/hari. Dengan penyesuaian dosis untuk target activated parsial thromboplastin time (aPTT) memanjang sesuai dengan tingkat plasma heparin 0,3-0,7 IU/mL aktivitas anti-faktor Xa selama 5 sampai 7 hari atau dengan kata lain aPTT diperpanjang 1,5-2 kali dari kontrol. aPTT harus diperiksa 4-6 jam setelah injeksi bolus awal dan 3 jam setelah penyesuaian dosis atau satu kali sehari jika target dosis terapi telah tercapai. Jika target APTT sudah tercapai maka penggunaan Unfractionated Heparin dapat dihentikan setelah 5 hari setelah penggunaannya bersama warfarin. Untuk pengobatan trombosis masif penggunaan heparin dapat diperpanjang sampai 7- 14 hari.
(2) Low Molecular Weight Heparins (LMWH) dengan injeksi subkutan, tanpa perlu pemeriksaan rutin anti-faktor Xa (rejimen seperti enoxaparin dua kali sehari dengan dosis 1 mg / kg atau sekali sehari dengan 1,5 mg / kg, dalteparin sekali sehari dengan dosis 200 IU / kg atau dua kali sehari pada 100 IU / kg, atau tinzaparin sekali sehari pada 175 anti-Xa IU / kg). Pada pasien yang sudah terdignosa DVT maka LMWH merupakan antikoagulan pilihan utama sebagai terapi awal DVT. Karena mempunyai farmakokinetik yang bisa diprediksi maka LMWH dapat diberikan secara subkutan tanpa perlu monitoring laboratorium. Pada kasus tertentu seperti adanya penyakit ginjal (kliren kreatinin < 30 ml/menit), obesitas dan kehamilan dianjurkan pemeriksaan level anti-Xa empat jam setelah pemberian LMWH atau diganti dengan UFH.
 (3) Fondaparinux dengan injeksi subkutan sekali sehari dengan dosis  5 mg untuk pasien dengan berat 50 kg, 7,5 mg untuk pasien beratnya 50 sampai 100 kg, atau 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 100 kg. Pada anak-anak, pemberian dosis berdasarkan berat badan dari rejimen dan bervariasi sesuai dengan usia pasien. Untuk pasien yang dicurigai mengalami heparin-induced thrombocytopenia, maka direkomendasikan untuk terapi antikoagulan awal direct thrombin inhibitors intravena (seperti argatroban, lepirudin).
 LMWH atau UFH harus diberikan selama minimal 5-7 hari atau lebih lama pada pasien yang memiliki penyakit berat (misalnya, DVT iliofemoral atau emboli paru masif). Terapi antikoagulan oral dapat dimulai pada hari pertama pengobatan dan LMWH / UFH tidak boleh dihentikan sampai INR telah tercapai sedikitnya 2.0 selama 2 hari berturut-turut. Pemeriksaan platelet dapat dilakukan pada 5 sampai 7 hari untuk memeriksa heparin-induced trombositopenia jika pasien tersebut menerima UFH.

Terapi Antikoagulan Jangka Panjang
Untuk terapi anti koagulan jangka panjang pasien DVT biasanya diberikan warfarin secara oral dimulai saat terapi antikoagulan awal diberikan. Pemberian warfarin dimulai dengan dosis 5 -7,5 mg. Ada juga yang memulai dosis 10 mg untuk usia < 60 tahun atau pasien rawat jalan dan 5 mg untuk pasien > 60 tahun atau dirawat inap. Target dosis warfarin yang diberikan adalah International Normalized Ratio (INR) mencapai ≥ 2,0 selama sedikitnya 24 jam kemudian dipertahankan antara 2,0-3,0. Terapi direct thrombin inhibitor secara oral seperti dabigatran mempunyai keamanan dan efektivitas yang sama dengan warfarin untuk tromboemboli vena akut dan tidak membutuhkan monitoring laboratorium.
Lamanya pemberian antikoagulan terbagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Secara umum antikoagulan aman dihentikan setelah 3 bulan pada pasien dengan episode pertama DVT yang berhubungan dengan faktor risiko mayor yang reversibel (seperti pembedahan atau trauma).
2. Pasien dengan DVT berulang atau DVT yang penyebabnya tidak diketahui harus menjalani terapi dengan durasi tanpa batas dan secara periodik dinilai risiko dan keuntungan dari terapi tersebut.
3. Pada pasien kanker dengan DVT, terapi awal harus dipertimbangkan LMWH sebagai monoterapi selama paling sedikit 3 – 6 bulan atau selama kanker tersebut diterapi (seperti pemberian kemotrapi). Tetapi jika ada halangan untuk pemberian LMWH, pemberian warfarin dengan target INR 2,0-3,0 merupakan alternatif pilihan. Penggunaan direct thrombin inhibitors untuk terapi awal dan terapi jangka panjang telah menunjukkan hal yang menjanjikan.

Obat Antikoagulan Lainnya
Dabigatran merupakan direct thrombin inhibitor yang selektif dan dapat diberikan secara per oral. Saat ini Dabigatran dapat digunakan sebagai pencegahan terjadinya venous tromboemboli (VTE) setelah pembedahan arthroplasty lutut dan pinggul, terapi VTE, mencegah stroke dan emboli sistemik pada pasien Atrial fibrilasi nonvalvular. Dosis yang dapat diberikan 150-220 mg sekali sehari untuk mencegah terjadinya VTE dan 150 mg dua kali sehari sebagai terapi VTE. Pada penelitian yang dilakukan oleh Schulman dkk Dabigatran mempunyai effektifitas dan tingkat keamanan yang setara dengan warfarin serta penggunaan Dabigatran tidak memerlukan monitoring laboratorium.
Rivaroxaban merupakan direct faktor Xa inhibitor yang sudah disetujui penggunaannya di beberapa negara sebagai pencegahan VTE pada pasien yang menjalani pembedahan pinggul dan lutut. Obat ini masih dikembangkan lagi sebagai terapi VTE dan pencegahan acute ischemic attack pada pasien atrial fibrilasi. Pada penelitian klinis fase 3 Rivaroxaban terbukti lebih efektif dibandingkan enoxoparin dalam mencegah DVT pada pasien pembedaan pinggul dan lutut dan lebih efektif dibandingkan plasebo untuk terapi DVT dan emboli paru setelah pemberian 6-12 bulan. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg sekali sehari pada pembedahan orthopedic major dan 20 mg sekali sehari sebagai pencegahan sekunder VTE.

Terapi Pembedahan Trombektomi
Pembedahan trombektomi merupakan prosedur terapi yang penting dalam pencegahan terjadinya sequele yang berat akibat komplikasi trombosis pada pasien sehat dan mencegah nekrosis vena pada pasien dengan phlegmasia cerulea dolens. Pembedahan trombektomi juga diindikasikan pada lesi yang tidak dapat dilakukan pemasangan kateter, lesi dimana sukar dihancurkan, terdapat kontraindikasi trombolitik atau antikoagulan serta gagal trombolitik.
Dengan anestesi umum, trombus pada vena iliaka dikeluarkan menggunakan kateter embolectomy fogarty, trombus pada daerah perifer dikeluarkan dengan teknik antegrade (teknik Milky / Esmarch bandage). Kemudian dilakukan dilatasi balon atau stenting untuk kompresi vena iliaka. Setelah pembedahan, heparin dapat diberikan selama 5 hari dan pemberian warfarin harus dimulai 1 hari setelah operasi dan dilanjutkan sampai 6 bulan setelah pembedahan. Pembedahan paling baik dilakukan kurang dari 7 hari setelah onset DVT untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hasil dari bedah trombectomy kemudian dapat dievaluasi dengan menggunakan venografi.