09 March 2011

Efek Hormon Tiroid pada Sistem Kardiovaskuler

Tiroid berasal dari bahasa Yunani, thyreos yang berarti perisai dan eidos yang berarti bentuk. Hormon tiroid merupakan hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid. Hormon ini mempengaruhi berbagai metabolisme tubuh, sistem kardiovaskuler, sistem saraf pusat, kulit, saluran makanan, hati, gonad, laktasi dan pertumbuhan tubuh.
Dibawah pengaruh hormon TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh hipofisis, kelenjar tiroid mensintesa tetraiodothyronine atau tiroksin (T4) sebanyak 85 % dan triiodothyronin (T3) sebanyak 15 %. Hormon tiroid terutama T3 mengatur inotropik dan kronotropik jantung melalui mekanisme secara langsung dan tidak langsung. T3 menyebabkan termogenesis dengan merangsang lipolisis di jaringan.
clip_image002
T3 secara langsung menurunkan resistensi vaskuler sistemik dengan mempengaruhi otot polos vaskuler dan menstimuli endotel vaskuler untuk mensintesa nitric oxide yang bersifat vasodilator. Mean Arteri Pressure (MAP) menjadi menurun menyebabkan Renal Blood Flow menurun sehingga mengaktifkan sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS) untuk meningkatkan reabsorpsi natrium di ginjal sehingga volume plasma meningkat ditambah dengan merangsang eritropoitin dan volume darah pun meningkat. Volume darah yang meningkat menyebabkan venous return meningkat dan cardiac output pun meningkat.
Mekanisme kerja hormon tiroid pada otot jantung
Hormon tiroid bekerja pada sel otot jantung dan set otot polos vaskuler. T3 masuk ke dalam sel otot jantung secara difusi pasif melalui transporter monocarboksilat 8 (MCT8) dan masuk ke inti sel, berikatan dengan reseptor inti T3 membentuk suatu komplek. Komplek ini berikatan dengan Thyroid hormone response element bekerja mengatur transkripsi gen untuk sintesis protein. Salah satu hasil sintesis protein adalah rantai berat myosin (myosin heavy chains) α dan β yang merupakan protein myofibril pada filamen tebal dari bagian kontraksi sel otot jantung. Jika terjadi perubahan sintesis protein akibat penyakit tiroid akan mengubah rantai berat myosin sehingga dapat mengakibatkan gangguan kontraksi jantung.
clip_image002[10]
T3 mengatur pembentukan protein retikulum sarkoplasma, aktivasi pompa kalsium ATP ase (Ca2+-ATP ase) dan phospholamban (pengikat fosfat) yang berperan penting dalam pelepasan dan pengambilan kembali kalsium pada saat kontraksi atau relaksasi otot jantung. Aktivasi pompa Ca2+-ATPase pada retikulum sarkoplasma yang selanjutnya dikenal dengan SERCA sangat penting dalam mengatur siklus kalsium dalam miokard. SERCA 2a (bentuk SERCA dominan pada jantung) diatur oleh phospholamban. Phospholamban merangsang SERCA 2a untuk melepaskan kalsium dari dalam retikulum sarkoplasma. Sebaliknya phospholamban yang berikatan dengan fosfat (phospholamban fosforilasi) akan merangsang SERCA 2a untuk menyimpan kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma. Pengambilan kembali kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma pada awal diastolik adalah bagian yang menentukan lamanya rileksasi ventrikel kiri (waktu isovolumetrik relaksasi). Kekurangan phospholamban akan menyebabkan waktu relaksasi otot jantung semakin singkat. Agen Inotropik (ephinefrin/norephinefrin) akan merangsang cyclic Adenosine Monophosphat (cAMP) yang kemudian merangsang terbentuknya phospholamban fosforilasi sehingga meningkatkan kontraktilitas jantung. Hormon tiroid menghambat aktivitas phospholamban dan meningkatkan phospholamban fosforilasi. Hormon tiroid juga mengatur struktural protein pada kanal ion di membran jantung. Perubahan dalam gen miokard termasuk Na+/K+-ATPase dapat meningkatkan konsumsi oksigen basal pada penyakit jantung tiroid.
Sumber :
Klein I (2008). Endocrine Disorders and Cardiovascular Disease. In : Braunwald’s Heart Disease 8th ed. Braunwald E, Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, eds. Saunders Elsevier. Philadelphia : 2038-2045
Klein I and Ojamaa K (2001). Thyroid Hormone and the Cardiovascular System. In : Epstein FH,eds. N Engl J Med 344 :501-507 Available at : http://www.nejm.org